Bisnis.com, TANGERANG - Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (ABBTI) Dwi Andreas Santosa mengatakan nilai tukar petani (NTP) bukan satu-satunya barometer untuk mengukur kesejahteraan petani di suatu daerah, termasuk Provinsi Banten.
Namun setidaknya instrumen itu bisa memberikan gambaran sekuat apa daya beli mereka. "Kalau NTP 100 berarti harga yang diterima sama dengan upaya mereka, artinya petani tak untung pun tak rugi. Kalau di atas 100 artinya ada keuntungan yang diterima petani," ucapnya saat dihubungi Bisnis.com, Senin (6/4/2015).
Aspek lain yang turut dipertimbangkan untuk mengukur daya beli petani adalah besaran kapital yang mereka miliki. Kapital ini dapat tercermin dari atau tidaknnya kepemilikan lahan, seberapa luas lahan yang dipunyai, serta ada tidaknya tabungan.
Pada Maret 2015 (month-on-month) NTP di Provinsi Banten turun 0,09% ke level 105,09. Hal ini terpengaruh laju kenaikan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) yang sebesar 0,41% lebih lambat daripada laju kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) yang sebesar 0,50%.
Nilai tukar petani memang hanya salah satu indikator untuk melihat tingkat daya beli petani di perdesaan. Nilai tukar bisa menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
Semakin tinggi nilai tukar petani menunjukkan daya beli mereka relatif semakin kuat alias sejahtera. NTP diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang harus mereka bayar.[]