Bisnis.com, TANGERANG - Provinsi Banten terbilang mendesak untuk serius melakukan penghiliran industri guna mengikis ketergantungan impor bahan baku khususnya di sektor nonmigas.
Ada banyak perusahaan di sektor nonmigas mengoperasikan pabriknya di Provinsi Banten tetapi mereka rupanya tidak memberi dampak berarti bagi pendalaman struktur industri di bidang ini. Rantai produksi tetap didominasi bahan baku dan barang modal dari luar negeri ketimbang lokal.
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani menjelaskan pelaku industri pasti mencari titik optimal produksi yang paling efisien. Impor bahan bakupun dipilih lantaran harga barang lokal mahal, kontinyuitas suplainya tidak terjamin, atau memang belum ada yang membuat.
“Impor bahan baku terus membengkak karena [Pemerintah Provinsi Banten] belum ada pewajiban untuk subtitusi impor,” ucapnya, Kamis (15/10/2015).
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten mencatat impor sektor nonmigas mengambil porsi 78,9%. Persentase ini setara dengan US$5,28 miliar dari total impor senilai US$6,70 miliar. Pebisnis di industri kimia organik importir terbesar sejumlah US$1,93 miliar sama dengan 36,6% impor.
Sementara impor beradasarkan kelompok barang paling banyak setara 93,2% dalah bahan baku atau penolong nilainya US$6,24 miliar. Porsi lain ditempati barang modal 5,75% atau US$385,3 juta, dan barang konsumsi 1% sama dengan US$67,3 juta.
Untuk mengkompensasi impor bahan baku maupun barang modal yang tinggi, opsi yang bisa ditempuh tak lain penghiliran industri. Barang-barang yang diproduksi diperdalam tidak hanya sebatas barang mentah lantas diekspor melainkan sampai level barang setengah jadi bahkan barang jadi siap pakai.