Bisnis.com, JAKARTA - Proses penyusunan Rencana Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta (RTRKSPJ) dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) di DPRD DKI terhambat lantaran adanya kasus dugaan suap.
Kasus tersebut menjerat Ketua Komisi D DPRD DKI Mochammad Sanusi dan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Tbk. (APLN). Terkait hal itu, Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Selamat Nurdin mengatakan internal partai sudah meminta penundaan pembahasan dua raperda tersebut.
"Kami minta pembahasan raperda ditunda saja, karena menyangkut masalah saat ini terjadi," ujarnya, Kamis (7/4/2016).
Pernyataan PKS tersebut mengikuti jejak beberapa partai politik yang memberi pernyataan serupa, yakni meminta penundaan pembahasan dua raperda. Partai politik yang menyatakan sikap untuk tak melanjutkan pembahasan antara lain PDI Perjuangan DPRD DKI, Partai Persatuan Pembangunan DPRD DKI, dan setengah dari anggota Partai Gerindra DPRD DKI.
Meski begitu, dia mengaku tak mengetahui secara detail pembahasan raperda yang dilakukan oleh Badan Legislasi Daerah (Balegda) DKI. Termasuk soal penghitungan tambahan kontribusi yang diminta Pemprov DKI kepada pengembang.
"Saya bukan anggota Balegda. Kami minta reklamasi jangan hanya dijadikan tempat bagi kaum elit. Reklamasi juga tidak membebani daratan terutama air dan limbah. Paling penting, perbaikan hidup nelayan harus diutamakan," paparnya.
Kasus dugaan suap reklamasi bermula ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada M. Sanusi, Kamis (31/3/2016) di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan. KPK juga menyita uang cash sebesar Rp1,14 miliar dalam operasi tersebut.
KPK menduga hal tersebut terkait penyusunan Rencana Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta (RTRKSPJ) dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).