Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemkot Bogor Kaji Usulan Buruh

Pemkot Bogor berjanji akan mengkaji tuntutan penolakan buruh terkait Peraturan Pemerintah No. 78/2015 yang dinilai tidak pro terhadap kalangan buruh dan pekerja khususnya di Bogor.
Buruh/Antara
Buruh/Antara

Bisnis.com, BOGOR- Pemkot Bogor berjanji akan mengkaji tuntutan penolakan buruh terkait Peraturan Pemerintah No. 78/2015 yang dinilai tidak pro terhadap kalangan buruh dan pekerja khususnya di Bogor.

Kepala Dinas Tenaga Kerja, Sosial dan Transmigrasi Kota Bogor Annas S. Rasmana mengatakan pihaknya akan duduk bersama dengan dewan pengupahan guna mencari solusi tuntutan buruh tersebut.

"Soal PP 78/2015 yang kami sepakat untuk dikaji ulang dan disempurnakan. Dan tentunya pelaksanaannya harus hati-hati. Kemudian soal upah yang diinginkan, tentu harus ada negosiasi dengan semua pihak karena ada mekanismenya," ujarnya, dalam keterangan yang diterima Bisnis, Jumat (11/11).

Dia memaparkan pihaknya juga menggandeng Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor dalam menghitung kebutuhan hidup layak (KHL) ideal untuk buruh dan juga besaran upah minimum kabupaten/kota (UMK).

Menurutnya, tuntutan buruh dipastikan untuk dibahas pada Senin pekan depan melalui kesepakatan bersama antara Pemkot Bogor, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Bogor dan kalangan buruh.

Namun, kata dia, pihak provinsi juga terkadang memiliki perhitungan sendiri dari usulan yang disampaikan. "Sehingga UMK Kota Bogor tercatat lebih besar dibanding kota lain," katanya.

Seperti diketahui penghitungan UMK berdasarkan PP 78/2015 berdasarkan angka inflasi 3,07% dan angka pertumbuhan ekonomi sebesar 5,18% menghasilkan perhitungan 8,25%.

Adapun, UMK buruh di Kota Bogor saat ini mencapai Rp 3,02 juta x 8,25% = Rp 3,27 juta atau naik Rp249.378 pada 2017. Sementara perhitungan KHL pada 2015 mencapai Rp 2,4 juta x 8,25% = Rp 2,62 juta atau naik Rp199.693.

Menurutnya, penghitungan KHL harus dilakukan terlebih dahulu sebelum menentukan UMK. Sebab, kata dia, KHL dihitung sesuai kondisi harga di pasar dengan merujuk pada 60 item kebutuhan pokok.

"Sehingga normalnya gaji tidak boleh dibawah KHL dan minimalnya sesuai dengan UMK yang sudah ditentukan," katanya.

Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Bogor Budi Mudrika menuturkan pencabutan regulasi dalam PP 78/2015 harus segera dilaksanakan agar kondisi kesejahteraan buruh semakin meningkat.

Dia menuturkan pihaknya telah mengkaji besaran KHL pada tahun ini harus naik Rp650.000 atau mencapai 21%.

"Jadi besaran KHL yang ditentukan pemerintaj Rp200.000 itu tidak mencukupi. Kami juga meminta hapuskan upah khusus dan upah mimimum provinsi," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Miftahul Khoer
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper