Bisnis.com, JAKARTA - Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyatakan siap meninggalkan jabatan sebagai gubernur DKI Jakarta.
Siapa pun yang nanti menggantikannya, dia meminta untuk berhati-hati dalam menyalurkan Kartu Jakarta Pintar (KJP). Sebab, bantuan pemerintah itu rawan diselewengkan, jika salah dalam menerapkan pola penyaluran.
Peringatan Ahok itu sebagai tanggapan atas pernyataan Anies Baswedan yang sebelumnya mengatakan siap melanjutkan program KJP. Hanya saja Anies berencana dana yang disalurkan dapat ditarik tunai oleh penerima bantuan.
"Kalau boleh tarik tunai, kan tidak bisa dibaca anak-anak belanja apa,” kata Ahok di Balai Kota DKI, Kamis (27/4/2017.
Menurut Ahok, tidak mudah mengawasi penggunaan dana apabila KJP diberikan secara tunai. Sebab uang itu bisa dibelanjakan apa saja yang tidak ada kaitannya dengan sekolah. Sementara, jika belanja kebutuhan sekolah dengan kartu KJP, relatif mudah pengawasannya.
“Jadi kalau pakai ATM, kamu belanja sesuatu yang tidak masuk akal itu terbaca. Itu saja yang masalah," ujarnya.
Baca Juga
Program KJP menyasar siswa dari keluarga miskin agar bisa tetap bersekolah. Siswa miskin adalah peserta didik yang secara personal dinyatakan tidak mampu secara materi. Penghasilan orangtua siswa itu pun tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan dasar pendidikan seperti seragam, sepatu, dan tas sekolah, biaya transportasi, makanan, serta biaya ekstrakurikuler.
Saat ini, KJP digunakan secara nontunai dengan nominal yang berbeda untuk tiap jenjang. Untuk siswa SD besaran dana KJP sekitar Rp 210 ribu per bulan, siswa SMP sebesar Rp 260 ribu per bulan. Sedangkan, siswa SMA sebesar Rp 375 ribu per bulan, siswa SMK sebesar Rp 390 ribu per bulan, dan PKBM sebesar Rp 210 ribu per bulan.