Bisnis.com, JAKARTA - Pengajuan anggaran proyek pengerjaan PT Mass Rapid Transit atau MRT fase 1 dan 2 senilai Rp25,11 triliun akhirnya disetujui Dewan setelah melalui proses alot beberapa bulan.
Direktur Utama PT MRT William Sabandar mengatakan ajuan anggaran tersebut antara lain untuk dana tambahan pengerjaan MRT fase 1, Lebak Bulus-Bundaran HI senilai Rp2,56 triliun dari sebelumnya sekitar Rp14,8 triliun menjadi sekitar Rp16,9 triliun. Adapun pengajuan estimasi fase 2, Bundaran HI-Kampung Bandan senilai Rp22,54 triliun.
"Iya akhirnya usulan dana pinjaman ke JICA disetujui dewan. Tapi harus diingat, pinjaman itu komponennya 51% akan ditanggung DKI dan 49% oleh Pemerintah Pusat," ujarnya pada Jumat (25/8/2017).
William mengatakan, persetujuan dewan atas pinjaman dana dari Japan International Cooperation Agency atau JICA untuk pengerjaan MRT tersebut hanya yang ditanggung oleh DKI. Setelah itu pihaknya akan memproses ke Kementerian Dalam Negeri dan Bappenas untuk ditembuskan ke JICA.
Dijelaskan persetujuan atau rekomendasi dari dewan merupakan salah satu syarat atas pinjaman tersebut, sehingga rekomendasi dari dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) DKI menjadi gerbang pembuka diteruskannya pinjaman tersebut.
"Setelah proses ini selesai kami akan ada komunikasi terlebih dahulu antara Pemerintah Indonesia dan Jepang. Nanti, September baru appraisal dan semoga November sudah ada perjanjian. Sementara harapan loan agreement bisa dilakukan awal tahun," paparnya.
Baca Juga
Dari usulan pinjaman tersebut, dia berharap yang bisa segera cair adalah dana tambahan untuk pengerjaan MRT fase 1 seiring harus segera dikerjakan pada tahun depan dengan target operasi pada Maret 2019.
Adapun untuk fase 2, pihaknya saat ini sedang dalam tahap pengerjaan basic engineering design. Sementara untuk lelang diharapkan bisa dilakukan pada tahun depan dengan target bisa groundbreaking fase 2 Bundaran HI-Kampung Bandan pada Desember 2018.
Tahap Pembangunan
Pengerjaan proyek MRT fase 1 Lebak Bulus-Bundaran HI dimulai pada Oktober 2013. Fase 1 dibangun sepanjang 16 kilometer meliputi 10 kilometer jalur layang dan 6 kilometer jalur bawah tanah.
Sementara, pengerjaan MRT fase 2 akan dibangun sepanjang 8,3 kilometer melalui jalur bawah tanah secara keseluruhan sehingga memerlukan anggaran lebih besar dibandingkan fase 1.
Menurut William, skema kontruksi fase 1 dan fase 2 memiliki perbedaan. Misalnya, kedalaman jalur bawah tanah untuk fase 1 mencapai sekitar 18-19 meter persegi. Sementara, fase 2 mencapai 30 meter persegi di bawah permukaan tanah dan berada di bawah sungai Ciliwung dan kawasan heritage Kota Tua.
"Itulah kenapa anggarannya lebih besar meskipun jalurnya lebih pendek daripada fase 1 karena tingkat kesulitan pengerjaan kontruksinya lebih rumit," paparnya.
Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi mengatakan penandatanganan surat rekomendasi pinjaman anggaran pengerjaan MRT tersebut untuk mendukung penyelesaian proyek transportasi di Jakarta dan juga sebagai proyek strategis nasional.
"Usulan MRT kami terima dan kami sahkan. Kami juga tegaskan kepada MRT bahwa kami tidak tanggung jawab apabila dikemudian hari ada masalah karena kami tidak ikut dalam perumusannya. Jadi kalau ada masalah itu urusan mereka," paparnya.
Komitmen
Triwisaksana, Wakil Ketua DPRD DKI meminta pembangunan MRT bisa dilakukan secara profesional karena dikerjakan menggunakan dana APBD dengan cicilan puluhan tahun.
Pihaknya juga meminta komitmen untuk membangun hunian di koridor-koridor MRT sehingga masyarakat bisa menikmati layanan MRT dengan tarif yang diharapkan tidak membebani masyarakat.
"Memang tidak mudah menyetujui usulan pinjaman ini. Tetapi demi kemajuan masyarakat untuk bertransformasi diharapkan bisa menjadi nilai tambah sehingga MRT bisa jadi ikon bagi Jakarta," paparnya.
Triwisakna menambahkan, agar pengerjaan MRT ke depan bisa terintegrasi dengan sistem transformasi lain seperti Transjakarta, commuter line dan light rail transit (LRT) untuk memudahkan masyarakat menikmati layanan transportasi massal.
Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat menuturkan pinjaman angaran MRT Jakarta akan membebani APBD pada setiap tahunnya. Namun, pinjaman tersebut harus dilakukan untuk kepentingan masyarakat Jakarta untuk menekan kemacetan.
"Tidak apa-apa pinjaman MRT ke JICA selama untuk kepentingan masyarakat. Kalau tidak berani pinjam harus bagaimana kan beban ini juga otomatis akan mengurangi beban yang kita tangung," paparnya.