Bisnis.com, JAKARTA--Ketua Asosiasi Pengelola Resort Kepulauan Seribu Raymond Simanjuntak mengaku pelaku usaha pariwisata di kawasan tersebut kesulitan mengembangkan usaha lantaran tak ada listrik yang dialiri oleh PLN.
Sejak memulai operasional pada 1993 hingga saat ini, pelaku usaha penginapan dan resort tersebut mengandalkan pasokan listrik dari genset yang mereka bangun sendiri. Meski tak ada pilihan lain, penggunaan listrik non-PLN tersebut ternyata tak efisien.
"Kami memakai genset untuk memenuhi kebutuhan listrik di pulau. Kami gunakan setidaknya 14 ton solar per bulan yang diangkut dari daratan Jakarta ke pulau resort," ujarnya, Selasa (20/3/2018).
Dia menuturkan pihaknya diwajibkan untuk membeli solar industri yang harganya cukup mahal. Jika 1 ton solar sama dengan 1.176,4 liter maka anggaran yang harus dikeluarkan pengelola resort untuk membeli solar Rp8.000 x 1.176,4 liter atau setara dengan Rp131,7 juta per bulan.
Biaya tersebut, lanjutnya, belum termasuk biaya transportasi untuk mengangkut solar dari daratan ke pulau. Raymond menuturkan pengusaha menggunakan kapal angkutan yang biasanya dimiliki oleh pengelola resort.
"Resort di Kepulauan Seribu ini kan aset DKI Jakarta. Coba, kalau ada wisatawan mancanegara ke Ibu Kota bisa dibawa kemana? Paling relevan ya ke resort-resort di Kepulauan Seribu, tetapi bagaimana kami bisa berbenah jika sampai saat ini tidak ada listrik?" ungkapnya.
Untuk itu, Raymond menyambut baik adanya adanya wacana yang dilontarkan PT Jakarta Utilitas Propertindo, anak usaha PT Jakpro, untuk menggantikan PLN mengelola dan mendistribusikan pasokan listrik ke Kepulauan Seribu.
"Pada dasarnya pengusaha tidak keberatan siapapun yang akan mengelola atau menyalurkan listrik ke pulau. Mau PLN atau Jakpro, ya kami setuju saja. Yang penting, harganya pas dan tak memberatkan pelaku usaha," katanya.