Bisnis.com, JAKARTA -- Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkomitmen untuk terus mengawasi kasus reklamasi Teluk Jakarta.
Koordinator Komisi Advokasi, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal E Halim mengatakan sampai saat ini belum menerima pengaduan dari konsumen mengenai kasus reklamasi Teluk Jakarta.
Akan tetapi, BPKN berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga tidak ada konsumen yang merasa dirugikan. "Poinnya ketika ada persoalan legal yang tidak terpenuhi maka itu kami akan masuk di domain itu," kata Rizal, Jumat (20/4/2018).
Menurutnya, BPKN akan mengawal semua persoalan legal standing yang belum dipenuhi oleh para pelaku usaha yang berpotensi untuk melanggar hak-hak konsumen.
Dia menambahkan bila ada pengaduan dari konsumen kelak yang merasa dirugikan karena reklamasi maka pihaknya akan membantu. "Ketika ada [laporan/pengaduan] itu akan kita follow up maksimal 1x24 jam. Itu yang kita sudah janjikan ke masyarakat," ujarnya.
Seperti diketahui, kasus reklamasi Teluk Jakarta semakin meruncing ketika Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berkeinginan untuk mencabut hak guna bangunan (HGB) Pulau D dan menghentikan proses perizinan HGB Pulau C dan G.
Pihak konsumen yang telah berinvestasi di pulau ini merasa dirugikan oleh pihak pengembang karena sampai saat ini belum ada tanda-tanda pembangunan di salah satu pulau yang menjadi sengketa ini selesai.
Hal ini karena proses pembangunan terganjal izin dari Pemprov DKI sehingga menyebabkan pengembang belum bisa meneruskan proyek ini. Adapun saat ini pengembang menerima gugatan hukum dari konsumen yang ingin uang yang disetornya selama ini dikembalikan.
BPKN mencatat, pada awal tahun hingga saat ini lembaga ini menerima pengaduan sebanyak 166 kasus. Adapun dari jumlah tersebut, BPKN memperhitungkan sekitar 80-90% pengaduan mengenai sektor perumahan. BPKN menilai semua laporan ini telah dikomunikasikan dengan pihak Pemprov melalui Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Koordinator Bidang Kerja Sama BPKN, Nurul Yaqin Setiabudi menyampaikan banyak perumahan yang dijual tanpa aturan hukum yang jelas. "Masalah perumahan baik itu rumah susun, rumah tapak, reklamasi, itu akan menjadi bom waktu terutama bagi DKI," kata Nurul, Jumat (20/4/2018).
Dia menjelaskan permasalahan rumah ini telah ada sejak dimulai dari pra-transaksi seperti iklan yang tidak sesuai dengan bangunan riil, masa kontruksi, dan lain-lain.
Adapun pihak pengembang lalai untuk memenuhi kewajibannya membuat Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS). "Ada ketentuan juga bahwa 20% terbangun baru boleh melakukan transaksi. Ini juga diakal-akali," imbuhnya.