Bisnis.com, JAKARTA - Pemprov DKI menaikkan besaran nilai jual objek pajak (NJOP) dengan rata-rata 19,54% pada periode 2018. Penyesuaian tersebut diatur dalam Pergub No 24/2018 tentang Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Tahun 2018.
Gara-gara kebijakan baru tersebut, pengguna Twitter @hotelsyariahJKT mengeluhkan melonjaknya tagihan pajak bumi dan bangunan perkotaan perdesaan (PBB-P2) di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Postingan tersebut lantas viral di media sosial dalam waktu singkat.
"Pak anis/uno. Kok bpk tega ya naikin PBB di jagakarsa 100%. Ini lebih kejam dari ahok dong. Tlg dirubah kebijaksanaannya itu yg menyusahkan rakyat. Semoga bpk dengar jeritan Rakyatnya. PBB thn 2017 sy bayar PBB Rp 15.945.350 dan Tahun 2018 sy bayar PBB Rp 32.986.215," tulis akun @hotelsyariahJKT seperti dikutip Bisnis, Kamis (19/7/2018).
Meski foto perbandingan tagihan PBB tersebut telah tersebar luas, akun @hotelsyariahJKT justru sudah non-aktif di Twitter.
Menanggapi hal itu, Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah DKI Jakarta Faisal Syafruddin mengatakan kenaikan NJOP ditetapkan berdasarkan harga survei pasar di masing-masing wilayah.
Dia mencontohkan harga tanah di wilayah Jagakarsa, Jakarta Selatan saat ini berkisar Rp7.000.000. Sementara, NJOP yang ditetapkan pemerintah di bawah nilai tersebut, yakni hanya Rp5.000.000.
Baca Juga
"Kami terapkan prinsip keadilan, jadi tidak semuanya naik. Nah, kenaikan itu kami lakukan di zona komersial. Jagakarsa NJOP naik, karena saat ini banyak tumbuh klaster [perumahan] baru, dulu hanya hamparan tanah kosong," katanya di Balai Kota DKI, Kamis (19/7/2018).
Menurutnya, kenaikan PBB P-2 juga bisa dialami apabila objek pajak naik kategori tarif, ika mengacu pada kasus kenaikan tagihan PBB yang ramai dibicarakan, Faisal memprediksi objek pajak tersebut mengalami kenaikan kategori tarif.
Empat Tarif
Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Di perda tersebut diatur mengenai subjek pajak, wajib pajak, objek pajak dan tarif PBB-P2.
Ada empat tarif PBB-P2 yang berlaku berdasarkan perda tersebut, yaitu tarif 0,01% untuk (NJOP < Rp 200 juta), tarif 0,1% untuk (NJOP Rp 200 juta sampai dengan < Rp 2 miliar), tarif 0,2% untuk (NJOP Rp 2 miliar sampai dengan < Rp 10 miliar) dan tarif 0,3% untuk (NJOP Rp 10 miliar atau lebih).
Jika sebelumnya objek pajak masuk kategori tarif 0,1%, maka kemungkinan saat ini pindah ke kategori 0,2% atau 0,3%. Dia mencontohkan apabila nilai properti awalnya di bawah Rp10 miliar berarti masuk kategori tarif 0,1%. Namun, apabila terjadi peningkatan aset walau hanya satu rupiah, maka objek pajak masuk ke kategori tarif 0,3%.
"Nah, kemungkinan seperti kasus di Jagakarsa dia naik tarif tadinya 0,1% jadi 0,3%. Tagihan NJOP menyesuaikan dengan tarif sebagai pengalinya," kata Faisal.
Berdasarkan dokumen yang diterima Bisnis, kode ZT dan NJOP PBB-P2 pada tahun pajak berjalan dapat ditambahkan dan diubah dengan ketentuan adanya pedaftaran objek dan subjek pajak, hasil pendataan dan pemutakhiran, hasil penilaian individu non-standar dan objek khusus dalam rangka penggalian potensi, dan hasil keputusan pembetulan, keberatan atau banding, serta peninjauan.
Penambahan dan perubahan kode ZNT dan NJOP PBB-P2 untuk objek dengan luas lebih dari 10 ribu m2 ditetapkan melalui pergub. Untuk objek PBB tersebut pada umumnya dipengaruhi banyak faktor, misalnya adanya perubahan fisik lingkungan lahan dan tanah Kampung menjadi perumahan mewah atau real estate, perubahan fungsi lahan dari tanah kosong menjadi kawasan perdagangan atau apartemen, dan adanya perluasan lahan menjadi zona luar atau pinggir jalan utama seperti akses jalan tol.
Beberapa kecamatan yang mengalami kenaikan NJOP antara lain Kebon Jeruk, Gambir, Tanah Abang, Cakung, Pasar Rebo, Tebet, Kebayoran Lama, Pulau Pari, Pulau Tidung, Pulau Panggang, Pulau Harapan, Cilincing, Penjaringan, dan Taman Sari.