Bisnis.com, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memaksimalkan jumlah penerima program Kartu Pekerja.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan bahwa saat ini yang terdaftar resmi sebagai pemegang Kartu Pekerja sekitar 3.000-5.000 orang. Padahal jumlah pekerja dan buruh di Jakarta lebih dari ratusan ribu orang yang memiliki penghasilan di bawah upah minimum provinsi (UMP).
Dengan demikian, dia menilai harus ada perbaikan konsep penerima Kartu Pekerja. Hal ini bertujuan agar membantu pekerja dan buruh di Ibu Kota dapat hidup secara layak.
Baca Juga
"Program [Kartu Pekerja] bagus karena itu merupakan bentuk intervensi negara terhadap daya beli masyarakat, khususnya pekerja," kata Said di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (23/8/2018).
Seperti diketahui, keuntungan penerima Kartu Pekerja, yaitu naik Transjakarta secara gratis dan mendapatkan potongan harga bahan pokok sekitar 10%--15% bila membeli di Jakgrosir. Insentif tersebut dinilai efektif untuk menekan pengeluaran biaya dari transportasi dan konsumsi para pekerja yang memiliki penghasilan di bawah UMP.
"Sebesar 30% pengeluaran pekerja terserap untuk biaya transportasi, menyewa hunian, dan [makan]," ujarnya.
Adapun untuk meningkatkan jumlah penerima Kartu Pekerja, Said menilai harus ada perubahan kriteria dibandingkan dengan sebelumnya. Syarat untuk mendapatkan Kartu Pekerja antara lain pengalaman kerja di bawah satu tahun, memiliki Kartu Identitas Penduduk Jakarta, dan penghasilan di bawah UMP.
Menurutnya, salah satu poin yang dapat diubah, yakni terkait pengalaman kerja satu tahun. "Orang yang bekerja lebih dari setahun belum tentu memiliki pendapatan di atas UMP," imbuhnya.
Dia menilai dengan menghapuskan poin pengalaman kerja ini dapat memaksimalkan jumlah penerima Kartu Pekerja. Selain itu, semua pemangku kepentingan seperti Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) dan pelaku usaha harus mendata kembali pekerja yang berhak mendapatkan Kartu Pekerja.
"Base on data harus dirapikan dulu. Jadi bukan soal laku atau tidak laku [program Kartu Pekerja], akan tetapi pendataannya tidak tepat. Harus ada survei lapangan sebenarnya yang membutuhkan berapa," ungkapnya.