Bisnis.com, JAKARTA–Pengembang-pengembang rumah susun di DKI Jakarta disebut sering 'pasang orang' di rumah susun dalam rangka menguasai biaya pengelolaan rumah susun.
"Itu kan bisnis besar, uang bulanannya besar, listrik berapa, itu kan uang besar. Seharusnya ketika pengembang selesai, dia angkat kaki dari sini," kata Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Bestari Barus, Selasa (19/2/2019).
Bestari pun mengatakan pengembang sering mengakali sistem perizinan dengan menunda pemisahan sertifikat tanah.
"Pengembang bangun 10 tower, tower pertama dibangun selesai ditempatin. Sementara pembelahan sertifikatnya belum. Karena apa? Karena izinnya 10 tower. Padahal menyelesaikan 10 tower bisa 10 tahun," terang Bestari, Selasa (19/2/2019).
Oleh karena itu, Bestari pun mendukung keberadaan Pergub No. 132/2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik tersebut.
Lebih lanjut, Bestari mengatakan dalam bisnis rumah susun harus ada perjanjian awal yang menjamin penyerahan pengelolaan rumah susun kepada penghuni dan pemilik rumah susun melalui Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS).
Baca Juga
Untuk diketahui, dalam Pergub No. 132/2018 diatur bahwa pengembang wajib mengelola rumah susun milik dalam masa transisi sebelum terbentuknya P3SRS.
Lebih lanjut, dalam pergub tersebut juga diatur bahwa masa transisi dari pengembang ke P3SRS adalah satu tahun terhitung sejak diserahkannya unit kepada pemilik dan penghuni tanpa mempertimbangkan terjualnya unit rumah susun.