Bisnis.com, JAKARTA–Asosiasi Perusahaan Media Luargriya Indonesia (AMLI) mengkhawatirkan lesunya iklim investasi atas reklame di DKI Jakarta seiring dengan dijalankannya Pergub No. 148/2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Reklame.
Pergub yang mengatur penyelenggaraan reklame tersebut dipandang membatasi ruang gerak perusahaan penyelenggara melalui pembatasan-pembatasan yang tercantum dalam aturan tersebut.
Kawasan penyelenggaraan reklame dibagi menjadi empat kawasan yaitu kawasan kendali ketat, kawasan kendali sedang, dan kawasan kendali rendah serta kawasan kendali khusus.
Peraturan penyelenggaraan reklame di kawasan kendali ketat dibatasi hanya pada reklame-reklame yang menempel di dinding atau di atas gedung dan harus digital.
Sekretaris AMLI DKI Jakarta Fabi pembatasan jenis reklame di kawasan kendali ketat tersebut memberatkan dunia usaha reklame, terutama perusahaan-perusahaan yang belum mampu menyelenggarakan reklame digital.
"Itu investasinya cukup besar dan 100% impor. Pengusaha kita kan yang besar cuma satu dua. Kita lihat anggota kami yang menengah ke bawah cukup banyak dan mereka yang terpinggirkan," kata Fabi, Kamis (21/2/2019).
Baca Juga
Calon pengiklan pun disebut tidak tertarik untuk memasang iklan di reklame digital karena secara prinsip pengiklan tersebut harus berbagi slot dengan iklan-iklan produk lain.
Kendala penyelenggaraan reklame di kawasan kendali ketat pun ditambah lagi dengan diwajibkannya reklame untuk menempel ataupun terletak di atas gedung.
Sebelum menyelenggarakan reklame di gedung, penyelenggara reklame perlu memastikan bahwa pemilik gedung mau menyediakan ruang untuk penyelenggaraan reklame dan perlu dipastikan juga apakah gedung tersebut cukup kuat untuk ditempeli reklame.
Hal ini masih ditambah lagi dengan biaya sewa yang harus dibayarkan penyelenggara reklame kepada pemilik gedung yang ditempeli reklame tersebut.
AMLI pun menyarankan agar diwajibkannya penyelenggaraan reklame digital di kawasan kendali ketat dihapus.
"Penayangannya mau statis atau digital itu dibebaskan saja. Nantinya pengusaha menengah itu masih bisa bikin," kata Fabi.
Selain kawasan kendali ketat, kawasan kendali sedang pun juga memiliki problem tersendiri.
Dalam pasal 10 Pergub No. 148/2017, disebutkan bahwa penyelenggaran reklame juga diwajibkan untuk menempel di dinding atau di atas gedung. Penyelenggaraan reklame pun masih diperbolehkan untuk menyelenggarakan reklame statis, tidak seperti kawasan kendali ketat yang harus digital.
Reklame pun juga boleh diselenggarakan di atas lahan dengan batasan luas reklame mencapai 16m². Namun, penyelenggaraan reklame di atas lahan tersebut hanya diperbolehkan untuk reklame-reklame non-komersial yang berfungsi untuk menyajikan nama gedung dan logo dari bangunan yang terletak di lahan tersebut.
"Itu kita bilangnya diskriminasi konten. Itu kita usulkan kontennya jangan dibatasi, mau komersial non-komersial boleh saja, kan tidak ada pengaruh pada estetika," kata Fabi.
Adapun problem untuk kawasan kendali rendah menurut AMLI cenderung terletak di wilayah perbatasan DKI Jakarta dan tidak strategis.
"Pengusaha biasanya daripada pasang di situ lebih baik pindah ke wilayah penyangga. Harga pajak murah, urusnya tidak bertele-tele, larangan tidak banyak," imbuh Fabi.
Fabi menambahkan insentif dalam bentuk apapun tidak akan mampu membantu pengusaha reklame untuk tetap menyelenggarakan reklame.
Hal ini karena ruang gerak yang disediakan oleh Pemprov DKI Jakarta melalui pergub tersebut sangatlah sempit sehingga sangat susah bagi pengusaha untuk menyelenggarakan reklame.