Bisnis.com, JAKARTA - Pengembangan kawasan transit oriented development (TOD) di kawasan sekitar stasiun masih harus menunggu panduan rancang kota (PRK) oleh Pemprov DKI Jakarta.
Dalam Pergub No. 140/2017 tentang Penugasan PT MRT Jakarta Sebagai Operator Utama Pengelola Kawasan TOD Koridor Fase 1 MRT Jakarta, PT MRT Jakarta mendapatkan tugas untuk mengelola kawasan TOD sebagai sumber pendapatan non-fare box dan memberikan nilai tambah bagi kawasan.
Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar mengatakan masih terlalu dini untuk membicarakan mengenai rencana bisnis dari pengembangan kawasan TOD selama PRK dari stasiun MRT masih belum ditentukan oleh Pemprov DKI Jakarta.
Menurut William, masing-masing stasiun akan memiliki PRK masing-masing dan kawasan Dukuh Atas akan menjadi kawasan pertama PRK-nya disetujui. "Mudah-mudahan awal bulan depan bisa disetujui," kata William, Jumat (29/3/2019).
Untuk sementara, pendapatan non-fare box PT MRT Jakarta bergantung pada empat sektor yaitu ritel, telekomunikasi, iklan, dan naming rights dari stasiun-stasiun MRT.
Hingga saat ini, sudah ada empat stasiun yang kontrak naming rights nya sudah disepakati yaitu Stasiun Dukuh Atas BNI, Stasiun Setiabudi Astra, Stasiun Istora Mandiri, dan Stasiun lebak Bulus Grab.
Kedepannya, ada tiga stasiun potensial yang naming rights-nya dijual oleh PT MRT Jakarta antara lain Stasiun Bendungan Hilir, Stasiun Senayan, dan Stasiun Blok M.
Untuk ketiga stasiun tersebut, kontrak naming rights stasiun berjangka waktu lima tahun dan terbuka untuk seluruh perusahaan di Indonesia, tidak harus berada di radius 400 meter stasiun seperti yang diterapkan di empat stasiun sebelumnya.
Dalam sektor telekomunikasi, PT MRT Jakarta telah bekerja sama dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) selaku penyedia perangkat pasif di 6 stasiun bawah tanah MRT.
Sebelumnya, operator seluler mengungkapkan tarif sewa perangkat pasif di stasiun bawah tanah MRT sangat mahal.
Menanggapi besarnya harga yang dikenakan untuk sewa perangkat pasif bagi operator, William mengatakan TBIG selaku mitra sudah memperhitungkan berbagai kaidah yang ada sebelum menentukan tarif sewa perangkat pasif.
"MRT ini investasinya mahal sekali jadi tentu mereka sudah memperhitungkan berbagai kaidah yang sudah ditentukan cuma memang saya juga mendorong untuk secepatnya operator-operator bisa masuk," kata William.
Adapun hingga saat ini baru PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) dan PT Smartfren Telecom Tbk. yang bersedia, sedangkan PT Indosat Tbk. (Indosat Ooredoo), PT Hutchison 3 Indonesia (Tri Indonesia), dan XL Axiata masih belum bersedia memasang jaringan di jalur MRT.
Dalam periklanan, PT MRT Jakarta telah bekerja sama dengan Otego dan hingga saat ini telah terpasang media iklan di 1.325 titik, melebihi target yang ditetapkan yaitu sebanyak 1.300 titik pada 23 Maret 2019.
Di sektor ritel, sudah terdapat 15 ritel yang bekerja sama dengan PT MRT Jakarta dimana 7 di antaranya bergerak di sektor food and beverages, 5 bergerak di sektor convenience store, dan 3 bergerak di sektor fashion and accessories.
Untuk diketahui, PT MRT Jakarta menargetkan pendapatan non-fare box sebesar Rp100 milliar pada tahun 2019, sedangkan pendapatan melalui tiket diproyeksikan mencapai Rp180 milliar.