Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyebutkan 118 dari 264 kelurahan atau hampir separuh wilayah di Jakarta masih tergolong kumuh.
Kawasan kumuh terbanyak terdapat di Jakarta Utara (39%), Jakarta Barat (28%), Jakarta Selatan (19%), Jakarta Timur (12%), Jakarta Pusat (11%), dan Kepulauan Seribu (1%). 50% dari seluruh kawasan kumuh di Jakarta terletak di bantaran sungai.
Hingga saat ini, penataan perkampungan di Jakarta masih diatur secara informal oleh warga. Legalitas lahan yang diduduki oleh warga pun hingga saat ini masih lemah, banyak di antaranya merupakan hasil okupansi atas tanah yang terbuka, terlantar, dan terabaikan.
Staf Khusus Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Noer Fauzi Rachman mengatakan masyarakat yang melakukan okupansi tersebut mayoritas merupakan penduduk yang tak memiliki tanah dan memutuskan untuk menghuni perkampungan kumuh dan padat.
Hal ini ditambah lagi dengan kemampuan ekonomi masyarakat perkampungan yang lemah sehingga tidak mampu mendapatkan tempat tinggal dengan membeli secara formal.
Berdasarkan disertasi Bosman Batubara pada 2019, 76 dari 100 responden penghuni perkampungan kumuh berasal dari pedesaan.
Baca Juga
32 responden mengatakan penduduk pemukiman kumuh pindah ke Jakarta untuk mencari kerja, 42 mengatakan hanya ikut dengan keluarga, sedangkan 2 pindah ke Jakarta dengan alasan pendidikan.
Oleh karena itu, dibutuhkan intervensi dari pemerintah untuk menata kembali lokasi dengan memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan bermukim kepada warganya.
Direktur Konsolidasi Tanah ATR/BPN Doni Janarto Widiantono mengatakan kawasan kumuh perlu di data secara sistematis dan dikaterogisasikan antara kawasan kumuh ringan, sedang, dan berat.
Pemerintah juga perlu menyusun perencanaan untuk 3-5 tahun kedepan dan perlakuannya perlu dibedakan tergantung status kepemilikan atas lahan yang dimaksud.
Bidang-bidang tanah yang dimiliki oleh masing-masing individu perlu dikonsolidasikan menjadi satu bidang tanah bersama yang nantinya diberikan hak pengelolaan atas tanah tersebut.
"Jadi nanti masyarakat punya modal tanah, mereka punya modal untuk membangun sehingga nanti ada share," kata Doni, Senin (27/5/2019).
Untuk diketahui, Pemprov DKI Jakarta saat ini sedang merevisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Jakarta.
Selain rencana peningkatan koefisien lantai bangunan (KLB) yang dipandang bakal menarik minat pengembang untuk membangun lebih banyak hunian vertikal seperti yang sudah lama diwacanakan, Pemprov DKI Jakarta juga perlu memetakan kawasan kumuh di Jakarta serta memasukkan rencana penataan ulang atau konsolidasi kawasan kumuh ke dalam RTRW dan RDTR baru.
"Harus dicantumkan di peta wilayah, ini kawasan cenderung kumuh dan 5 tahun kedepan akan ditingkatkan melalui konsolidasi lahan mungkin ada yang vertikal dan ada yang semi vertikal. Harus ada tujuan, kebijakan, dan strategi," ujar Doni.