Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Polemik Wisma TIM Perlu Jalan Keluar

Polemik pembangunan wisma dalam proyek Revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) perlu jalan keluar komprehensif.
Pengunjung beraktivitas di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada Rabu (3/4/2019). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana merevitalisasi TIM mulai Juni 2019. Proyek tersebut menelan biaya Rp1,8 triliun./Bisnis-Triawanda Tirta
Pengunjung beraktivitas di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada Rabu (3/4/2019). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana merevitalisasi TIM mulai Juni 2019. Proyek tersebut menelan biaya Rp1,8 triliun./Bisnis-Triawanda Tirta

Bisnis.com, JAKARTA - Polemik pembangunan wisma dalam proyek Revitalisasi Taman Ismail Marzuki perlu jalan keluar komprehensif. Pihak-pihak yang ingin membatalkan bangunan yang akrab disebut 'hotel bintang lima' tersebut, harus punya dasar argumentasi yang kuat.

PT Jakarta Propertindo selaku pelaksana proyek yang ditugaskan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah telanjur berkontrak dengan pelaksana pembangunan, yakni perusahaan konstruksi pelat merah PT Wijaya Karya (Persero).

Sebelumnya, Direktur Utama PT Jakarta Propertindo Dwi Wahyu Daryoto menjelaskan kemungkinan agar Wisma TIM tak dibangun sebenarnya bisa saja. Namun, biaya besar untuk proporsional pondasinya akan terbuang sia-sia, sebab bangunan Wisma TIM merupakan satu kesatuan di atas bangunan lain.

"Luasan bangunan Wisma TIM itu 16.000 m2, tapi tapaknya di atas galeri seni dan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin. Jadi, Wisma TIM yang diramaikan sebagai hotel ini sebenarnya tidak memakan ruang," ujar Dwi kepada Bisnis, Kamis (28/11/2019).

Dwi tak habis pikir mengapa polemik pembangunan Wisma TIM baru muncul sekarang.  Walaupun bangunan Wisma TIM yang direncanakan memiliki enam lantai tak jadi dibangun, biaya pembangunan Rp111,3 miliar tetap harus dikeluarkan.

Kecuali, semua pihak, yakni Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, DPRD DKI Jakarta, Jakpro, kontraktor, dan pihak-pihak para penolak pembangunan seperti seniman dan budayawan bertemu, kemudian duduk bersama.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menjelaskan bahwa polemik pembangunan Wisma TIM memang tak bisa lepas dari sentimen-sentimen politis.

Pertama, antara pihak eksekutif bersama Jakpro, dan legislatif. Seperti diketahui, proyek ini merupakan proyek penugasan langsung kepada Jakpro sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Sehingga, tak jarang beberapa pihak memiliki kesan bahwa proyek ini begitu tertutup.

"Bisa saja DPRD sedang memainkan Anies. Agar Anies lobi-lobi DPRD lagi. Kan kalau begitu DPRD juga tinggi bargaining politiknya terhadap Anies. Jika itu penolakan [dari seluruh anggota dab fraksi DPRD], ya kemungkinan ada sentimen. Pasti ada maksud, dan maksud itu yang tahu hanya para anggota DPRD," jelasnya kepada Bisnis, Jumat (29/11/2019).

Seperti diketahui, polemik pembangunan Wisma TIM berujung pada keputusan politis berkurangnya besaran anggaran penyertaan modal daerah (PMD) yang diterima Jakpro pada tahun anggaran 2020.

Dalam rapat finalisasi akhir Kebijakan Umum Anggaran dan Perkiraan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD DKI Jakarta tahun 2020, beberapa anggota DPRD berhasil mendesak pemangkasan PMD Jakpro dari Rp3,1 triliun menjadi Rp2,7 triliun.

Dengan asumsi, anggaran untuk Revitalisasi TIM yang tadinya Rp600 miliar hanya disisakan Rp200 miliar agar Wisma TIM tak terbangun.

Sentimen kedua, yakni antara Jakpro dan para penolak pembangunan. Sentimen bahwa 'budaya' merupakan musuh besar 'korporasi' terlihat cukup tajam dalam polemik ini. Maka, memang upaya strategis lewat kekuatan politik dari DPRD DKI Jakarta memang berperan besar.

"Keputusan politik itu bisa berubah-berubah sesuai kepentingan. Keputusan politik penolakan anggota DPRD DKI terhadap pembangunan wisma atau hotel sangat kuat sehingga mereka tidak mau mengeksekusi kebijakan Gubernur. Mungkin tidak ada titik temu antara Gubernur dan DPRD," tambah Ujang.

Alasan bahwa Wisma TIM merupakan upaya komersialisasi dinilai kurang relevan. Tanpa Wisma TIM pun korporasi seperti bioskop telah ada di TIM sejak lama.

Dalam rapat bersama Komisi B DPRD DKI Jakarta yang membahas revitalisasi TIM, Jumat (29/11/2019), hal ini terungkap dari Sekretaris Komisi B Pandapotan Sinaga.

Menurutnya, beberapa seniman tampak menolak ide agar Jakpro mengelola TIM, setelah revitalisasi rampung. Dalam rapat ini pihak Jakpro sebenarnya siap untuk melepas dan mengembalikan PMD yang telah diberikan.

Namun, Pandapotan merasa bahwa hal tersebut tak perlu dilakukan karena revitalisasi sudah terselenggara dan dianggarkan dalam APBD.

Sinergi Jadi Kunci

Anggota Fraksi NasDem sekaligus Wakil Ketua Komisi D Bidang Pembangunan DPRD DKI Jakarta Nova Harivan Paloh mengungkapkan pihaknya menolak rencana Wisma TIM, sebab bertabrakan dengan rencana pengembangan kawasan.

Menurut Nova keinginan Anies bahwa Wisma TIM merupakan upaya membuat ekosistem yang memberi kenyamanan para seniman dari luar Jakarta, memang baik. Namun, lanjut Novan, ada langkah yang lebih pas.

"Wisma TIM yang semewah hotel itu bayarnya semahal apa nanti? Terlebih, hotel ini kan akan dikelola Jakpro, kenapa tidak memanfaatkan saja sinergi dengan BUMD lain. Kan ada Jaktour yang mengelola hotel di sekitar TIM. Tinggal kerja sama saja, beri diskon untuk para pegiat budaya yang berkepentingan dengan TIM, jadi semua pihak kebagian," ujarnya kepada Bisnis, Jumat.

Menurut Nova membatalkan pembangunan Wisma TIM yang ada di dalam kawasan TIM, justru akan sanggup memajukan kawasan sekitar Cikini Raya. Oleh sebab itu, Nova berharap beragam kebijakan lanjutan atas tak jadi dibangunnya Wisma TIM, bisa keluar dari Anies dan Pemprov DKI Jakarta.

Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna pun menyarankan agar semua pihak bersinergi dan duduk bersama, kemudian mengembalikan polemik ini pada regulasi terkait dan sesuai kaidah hukum.

"Kalau TIM dan sekitar Cikini merupakan kawasan strategis provinsi atau kota, maka syarat dan pemanfaatannya harus mempertimbangkan aspek kepentingan strategis kebudayaan. Harus ada, jelas panduan yang diberikan. Misalnya, ada tidak Peraturan Gubernur khusus untuk TIM?" ungkapnya kepada Bisnis.

Karena tak ada panduan atau petunjuk yang pasti mengenai kawasan TIM, Yayat menyarankan semua pihak kembali ke Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

"Maka apa yang boleh atau tidak boleh dibangun di sana, kita harus liat dalam RDTR, khusus pengaturan zoning text-nya. Bolehkah di kawasan budaya dibangun hotel berbintang, sejauh mana persyaratan yang membolehkan. Apakah lebih mengedepankan aspek bisnis atau pelestarian budaya," tambahnya.

Dalam hal ini, mengutip data RDTR Portal Jakarta Satu, kawasan TIM masuk dalam Sub Zona Prasarana Sosial Budaya, Zona Pelayanan Umum dan Sosial.

Dengan rincian bangunan yang diizinkan, yakni Teater Terbuka, Kegiatan Kepentingan Pertahanan, Kolam Retensi, Taman Kota, Hutan Kota, Pusat Informasi Lingkungan, Balai Pertemuan dan Pameran, Gedung Pertemuan, Gedung Serba Guna, Museum, Sanggar Seni, Klinik dan Rumah Sakit Hewan, Musholla, Panti Jompo, Panti Asuh.

Sementara itu, bangunan bersyarat yang boleh dibangun yakni PendaratanHelikopter, PKL, Vihara, Kelenteng, Pura, Gereja, Masjid, Rumah Susun Umum, Rumah Besar, Rumah Sedang, Rumah Kecil, Rumah Sangat Kecil, Pesantren, dan Pertambangan Strategis.

Menurut Yayat kawasan Taman Ismail Marzuki selama ini telah dihidupkan oleh para budayawan dan seniman. Pergeseran orientasi TIM sebagai suatu kawasan baru harus melewati pembicaraan berbagai pihak dan kajian yang serius.

Proyek Revitalisasi TIM diproyeksi menghabiskan biaya investasi lewat PMD kepada Jakpro sebesar Rp1,8 triliun, dalam tiga tahap, yakni Rp200 miliar pada 2019, Rp1,15 triliun pada 2020, dan Rp450 miliar pada 2021.

Dalam dokumen timeline pembangunan yang diterima Bisnis, pada 2019 Jakpro menargetkan rampungnya konstruksi Entrance Area termasuk parkir dan lanscape, serta konstruksi Masjid Amir Hamzah. Dengan pembangunan perpustakaan dan Wisma TIM yang mencapai proyek substruktur atau 20 persen.

Sementara tahun 2020, konstruksi Gedung Perpustakaan Baru dan konstruksi struktur utama, atap, arsitektur, MEP, bahkan roof garden bangunan Wisma TIM ditargetkan rampung.

Terakhir, konstruksi asrama seni budaya, upgrade Area Planetarium, Graha Bhakti Budaya, dan interior dan finishing Wisma TIM ditargetkan rampung pada Q2 2021, sehingga soft opening bisa digelar pada kisaran Q3 2021.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper