Bisnis.com, JAKARTA — Praktik kawin kontrak di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat kembali terkuak meski sudah beberapa kali ditertibkan. Praktik prostitusi dan perdagangan manusia ini sudah berumur puluhan tahun.
Anggota Dewan Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cisarua Irsyad Rosyadi mengakui praktik tersebut sudah berlangsung sejak era 1990-an. Menurutnya, seperti dilansir Tempo, Minggu (29/12/2019), ada sebuah periode yang dinamakan Bulan Arab atau Dzulhijjah di kalender Islam saat banyak turis dari Arab berkunjung ke kawasan wisata itu.
"Saat itu, banyak turis Arab meminta kepada sopir atau pemandu wisatanya untuk dicarikan perempuan yang bisa dikawin muth'ah (kontrak)," tutur Irsyad.
Praktik itu pun lambat laun marak terjadi dan tidak hanya melibatkan para turis Arab. Bahkan, para sopir dan pemandu justru aktif menawarkan para perempuan tersebut ke para turis.
Dia melanjutkan para pelaku kawin kontrak didominasi oleh mereka yang berusia muda atau datang tak bersama keluarga.
Irsyad menegaskan dirinya mendukung langkah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor untuk menghilangkan praktik kawin kontrak. Hotel, wisma, serta vila terselubung yang diduga menawarkan praktik tersebut pun diminta ditertibkan.
Baca Juga
"Malu juga Indonesia kok terkenalnya dengan hal begitu," ucapnya.
Pada Senin (23/12), Polres Bogor menangkap 4 tersangka muncikari, 6 korban, dan 1 pengantin berkewarganegaraan asing di kawasan Puncak.
Suhendar, seorang sopir yang sering mengantar wisatawan di Puncak, mengungkapkan usai praktik prostitusi tersebut kembali terungkap, sejumlah turis asal Timur Tengah memilih meninggalkan daerah itu. Salah satunya adalah tamunya, yang seharusnya berlibur hingga usai Tahun Baru 2020.
"Padahal, tiket pulangnya dia itu 5 Januari. Tapi, tiba-tiba pulang," ungkapnya.
Suhendar mengklaim praktik kawin kontrak di daerahnya yang sering disebut sebagai Kampung Arab, sudah hampir tak pernah ada lagi usai penggerebekan kawin kontrak pada 2012-2015. Dia menyebut saat ini, praktik tersebut tak lagi terjadi di Kampung Arab, tapi lebih banyak terjadi di perkampungan yang menjadi lokasi imigran, yakni di sekitar Ciburial, Kopo, dan Megamendung.
Meski demikian, Suhendar mengakui praktik prostitusi di Puncak masih banyak terjadi.