Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kerja Sama Operator Transportasi dan Pengelolaan TOD Cocok Buat Era New Normal

"Setiap otoritas tidak bisa bekerja sendiri. Mereka harus bekerja sama, terutama antara operator transportasi dan pengelola kawasan setempat," ungkap Mulya.
Satu rangkaian KRL Commuterline melintasi pembangunan rumah susun terintegrasi dengan sarana transportasi atau 'Transit Oriented Development' (TOD) di Stasiun Tanjung Barat, Jakarta, Kamis (9/1/2020). Pemerintah menggalakkan pembangunan hunian yang terintegrasi dengan moda transportasi umum (TOD) di sejumlah stasiun sebagai salah satu solusi penyediaan perumahan sekaligus upaya mengurangi kemacetan lalu lintas./Antara
Satu rangkaian KRL Commuterline melintasi pembangunan rumah susun terintegrasi dengan sarana transportasi atau 'Transit Oriented Development' (TOD) di Stasiun Tanjung Barat, Jakarta, Kamis (9/1/2020). Pemerintah menggalakkan pembangunan hunian yang terintegrasi dengan moda transportasi umum (TOD) di sejumlah stasiun sebagai salah satu solusi penyediaan perumahan sekaligus upaya mengurangi kemacetan lalu lintas./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Masa transisi menuju new normal selepas era Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akibat pandemi Covid-19 perlu disiasati dengan kerja sama yang baik antara operator transportasi dan pengelola kawasan atau gedung perkantoran.

Hal ini disampaikan Direktur Program Jakarta Property Institute (JPI) Mulya Amri dalam diskusi 'Jakarta’s Public Transport: Safe or To Be Avoided?' besutan JPI dan Center for Policy & Public Management Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB Kampus Jakarta, Rabu, (10/6/2020).

"Setiap otoritas tidak bisa bekerja sendiri. Mereka harus bekerja sama, terutama antara operator transportasi dan pengelola kawasan setempat," ungkap Mulya.

Dengan kerjasama yang baik, harapannya awareness masyarakat bermobilitas dengan transportasi publik meningkat, penumpukan penumpang di halte bisa diatasi mulai dari keluar gedung, hingga akhirnya masa kepadatan kendaraan pribadi bisa dihindari.

Sayangnya, aaat ini masih sangat sedikit kawasan yang memiliki pengelola sendiri seperti contohnya Sudirman Central Business District (SCBD). Ke depan, Mulya mengharapkan lebih banyak kawasan bisnis dan Transit Oriented Development (TOD) yang dikelola secara baik oleh pengelola kawasan yang profesional.

"Building manager hanya mampu mengatur ketika orang keluar-masuk gedung, sedangkan saat orang ke luar gedung menuju halte atau stasiun adalah wewenang pengelola kawasan, atau lebih dikenal dengan sebutan district manager," katanya.

Direktur SBM ITB Kampus Jakarta Yos Sunitiyoso, sekaligus peneliti bidang pengambilan keputusan pengguna moda transportasi, memperkirakan bahwa akan terjadi perubahan perilaku pengguna moda transportasi.

"Kekhawatiran terhadap keselamatan transportasi umum massal akan membuat komuter yang mampu membeli atau memiliki akses ke kendaraan pribadi, untuk kembali menggunakannya," ungkapnya.

Yos mengatakan bahwa sebelum pandemi, pengguna motor pribadi menjadi proporsi terbesar dengan 62,2 persen dan mobil pribadi 8,6 persen, sedangkan pengguna transportasi umum massal seperti KRL, MRT, LRT, Transjakarta dan bus reguler hanya 14,9 persen.

"Kemampuan operator transportasi umum dalam meyakinkan pengguna bahwa mereka tidak akan terinfeksi di dalam kendaraan umum maupun di halte dan stasiun menjadi sangat penting," tambahnya.

Selain itu pengguna transportasi massal adalah pengguna pemadu moda, sehingga protokol kesehatan harus juga diterapkan di seluruh moda transportasi umum, dari angkot, bus reguler sampai dengan transportasi daring (ride-hailing).

"Hal ini menunjukkan pentingnya operator untuk dapat menyebarkan informasi kepada pengguna dengan baik dan menekan risiko penularan Covid -19. Pendekatan sosial-psikologi dapat digunakan untuk membantu menentukan cara yang tepat untuk mempengaruhi perubahan perilaku pengguna transportasi massal," tutupnya.

Peningkatan Layanan

Turut hadir Puspita Dirgahayani, peneliti transportasi perkotaan Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB yang mengatakan bahwa akan terjadi gap supply dan demand yang lebar terkait transportasi publik.

Hal ini karena kapasitas transportasi publik dikurangi akibat protokol physical distancing, sementara mayoritas pengguna angkutan umum adalah mereka yang tidak memiliki pilihan moda lain.

Oleh sebab itu pemerintah harus jeli melihat hal ini karena bila pengguna angkutan umum tidak mendapatkan aksesnya, maka isunya menjadi kemanusiaan dan ketidakadilan.

Pemerintah harus memanfaatkan momen ini untuk meningkatkan layanan sistem angkutan umum massal di Jabodetabek. Peningkatan layanan sistem angkutan umum tersebut bukan hanya sebagai kebijakan tunggal, tapi juga kebijakan pendukungnya.

"Perlu instrumen-instrumen kebijakan lain yang mendukung, termasuk mengelola pola perjalanan dengan mendistribusikannya secara temporal baik pada skala kota maupun per aktivitas, melanjutkan integrasi kendaraan umum dan kendaraan tidak bermotor seperti jalan kaki dan sepeda, serta menggulirkan instrumen fiskal untuk mensubsidi angkutan umum," jelasnya.

Menanggapi hal ini, Direktur Teknik dan Fasilitas PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) Yoga Adiwinarto memastikan bahwa kesiapan operator angkutan mempersiapkan diri merupakan kunci.

"Kesiapan angkutan massal seperti Transjakarta yang mengedepankan protokol kesehatan menjadi faktor penentu untuk mengembalikan kepercayaan warga untuk menggunakan angkutan umum, namun juga memastikan penyebaran virus lewat angkutan umum tidak terjadi," katanya.

Yoga juga menambahkan bahwa Transjakarta dengan misinya connecting the life of Jakarta, akan terus menempuh berbagai upaya, termasuk berkoordinasi dengan banyak pihak, untuk memastikan mobilitas warga dapat terus terlayani dan tetap mengutamakan protokol kesehatan.

Turut hadir pemandu acara mantan Direktur Utama PT Transjakarta Agung Wicaksono, sebagai dosen SBM ITB Kampus Jakarta dari Center for Policy & Public Management.

Agung menyimpulkan bahwa angkutan umum di era kenormalan baru ini bisa menjadi pilihan aman bagi warga jika semua pihak bekerja sama.

Kerja sama yang baik perlu segera diperlukan antara operator penyelenggara yang mengatur sisi supply agar kapasitas armada mencukupi, bersama perusahaan dan pengelola kawasan yang mengatur sisi demand agar tidak menumpuk di satu waktu.

"Namun juga, tentunya warga pengguna angkutan umum perlu berperilaku tertib sesuai protokol dalam skenario new normal sampai vaksin ditemukan. Pemerintah pun harus mendukung kebijakan maupun pendanaan yang berpihak pada angkutan umum massal," katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper