Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Konstruksi Mass Rapid Transit atau MRT Jakarta Silvia Halim membeberkan ketidaktertarikan kontraktor Jepang pada pengadaan paket kontrak MRT Jakarta fase 2.
Kecilnya jumlah pemesanan rangkaian kereta dari Indonesia ketimbang negara lain disebut Silvia sebagai alasan tidak berminatnya investor Jepang.
Paket kontrak MRT Jakarta Fase 2 A berkaitan dengan pengadaan paket kontrak CP 202 untuk pengerjaan stasiun mulai dari Harmoni sampai Mangga Besar, CP 205 pembuatan sistem perkeretaapian dan rel, serta CP 206 untuk pengadaan kereta alias rolling stock.
Di sisi lain, PT MRT Jakarta wajib menggandeng kontraktor Jepang imbas dari skema perjanjian pembiayaan Special Terms for Economic Partnership (Tied Loan) yang diberikan oleh Japan International Cooperation Agency Official Development Assistance (JICA ODA).
“Beberapa contoh proyek yang diikuti oleh para trademaker atau manufacturer waktu kita melakukan market sounding itu adalah proyek Tokyo Olympics 2020, jadi waktu itu pada saat kita masuk mereka masih sibuk dengan [proyek] itu,” kata Silvia dalam diskusi virtual, Senin (19/10/2020).
Selain itu, Silvia mengatakan, kontraktor Jepang juga masih berkonsentrasi dengan proyek Manilla, Filipina, terkait pengadaan 300 kereta.
“Ada juga pemesanan beberapa dari US, jadi proyek itu baru sebagian saya sebutkan, yang membuat market Jepang is very occupied ditambah lagi order kita yang kecil lah, ditambah order mereka yang membuat ketidaktertarikan mereka pada proyek MRT ini,” ujarnya.
PT MRT Jakarta mengusulkan optimasi pengadaan 14 rangkaian kereta pada market sounding kedua yang dilakukan secara virtual dengan calon manufaktur dan perusahaan dagang pada Juli hingga 13 Agustus 2020.