Bisnis.com, JAKARTA — PT Moda Raya Terpadu atau MRT Jakarta (Pereroda) mencatatkan akumulasi rugi sebesar Rp415,8 miliar sejak tahun 2008 hingga 2020.
Padahal, BUMD milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu pernah membukukan keuntungan untuk pertama kali pada tahun 2019 mencapai Rp143,3 miliar. Namun, laporan keuangan MRT Jakarta kembali seret pada tahun 2020 dengan pencatatan kerugian di angka Rp69 miliar.
Pelaksana tugas Corporate Secretary Division Head PT MRT Jakarta Ahmad Pratomo menuturkan akumulasi kerugian hingga Rp415 miliar itu hal yang wajar. Lantaran, MRT Jakarta baru beroperasi secara komersial pada April 2019.
Saat itu, Tomo menggarisbawahi, MRT Jakarta langsung membukukan keuntungan yang relatif tinggi sebesar Rp143,3 miliar.
“Dari tahun 2008 sampai sebelum beroperasi itu kan posisinya karena kita belum beroperasi belum ada revenue, yang ada hanya beban operasional jadi wajar secara laporan keuangan perusahaan akan rugi,” kata Tomo melalui sambungan telepon kepada Bisnis, Kamis (6/5/2021).
Di sisi lain, dia menerangkan, proyeksi keuntungan pada tahun kedua operasi justru tidak terpenuhi lantaran adanya pandemi Covid-19. Berkaca pada tahun 2019, rerata penumpang harian MRT Jakarta sudah tercatat sebanyak 95 ribu pelanggan. Hanya saja, proyeksi itu rontok lantaran pandemi Covid-19. Belakangan, MRT Jakarta membukukan kerugian hingga Rp69 miliar di tahun 2020.
“Bulan-bulan awal pandemi bisa hanya 5 ribu penumpang, berkurang hampir 90 persen. Belakangan, kita bisa memperbaiki sekarang sudah mencapai 20 hingga 30 ribu penumpang per hari saat ini,” kata dia.
Kendati demikian, dia memastikan, pihaknya tidak terdampak secara operasional. Artinya, tidak ada pemotongan jumlah karyawan dan pemangkasan lain akibat kerugian tersebut.
“Karena kita masih bisa memelihara arus kas dalam kondisi yang sehat,” tuturnya.
Berdasarkan akumulasi kerugian itu, MRT Jakarta masih belum dapat menyetor dividen bagi pemilik saham perusahaan, salah satunya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.