Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo bakal menagihkan atau memotong dalam setiap pembayaran triwulan subsidi public service obligation (PSO) tahun 2021 kepada PT Transjakarta secara bertahap.
Langkah itu diambil sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selepas temuan kelebihan bayar subsidi PSO Tahun 2018 dan 2019 senilai Rp415,9 miliar kepada PT Transjakarta.
Temuan itu berasal dari Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan atas Kegiatan Operasional Tahun Buku 2018 dan 2019 pada PT Transportasi Jakarta dan Instansi Terkait Lainnya yang disahkan oleh Kepala Perwakilan BPK DKI Pemut Aryo Wibowo pada 29 Januari 2021 lalu.
“Kepala Dinas Perhubungan akan menagihkan [memotong] dalam setiap pembayaran triwulanan subsidi PSO tahun 2021 secara bertahap sesuai dengan penagihan triwulanan,” tulis lampiran rencana aksi dari bagian dokumen BPK yang dilihat Bisnis, Rabu (14/7/2021).
Adapun penagihan setiap triwulan itu sebesar Rp103,98 miliar. Dengan demikian, total penagihan hingga akhir 2021 sebesar Rp415.92 miliar atau mengembalikan keseluruhan kelebihan bayar pada tahun buku 2018 dan 2019 tersebut.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk memperhitungkan kelebihan bayar subsidi PSO Tahun 2018 dan 2019 senilai Rp415,9 miliar kepada PT Transjakarta pada periode anggaran tahun berikutnya.
Baca Juga
“Memerintahkan Kepala Dinas Perhubungan memperhitungkan kelebihan bayar perhitungan subsidi PSO Tahun 2018 dan 2019 masing-masing senilai Rp195,8 miliar dan Rp220,07 miliar dalam periode-periode tahun anggaran berikutnya,” tulis laporan BPK seperti dilihat Bisnis, Rabu (14/7/2021).
Rekomendasi itu dikeluarkan setelah BPK mengidentifkasi adanya komponen pendapatan dalam perhitungan subsidi PSO pada Pergub Nomor 62 Tahun 2016 tentang Kewajiban Pelayanan Publik dan Pemberian Subsidi yang Bersumber dari APBD kepada PT Transjakarta tidak sesuai dengan ketentuan dalam Perda Nomor 10 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sistem Bus Rapid Transit (BRT).
“Nilai pendapatan yang seharusnya diperhitungkan dalam pemberian subsidi, sesuai Perda 10/2014 adalah termasuk pendapatan non-tiket tahun buku 2018 dan 2019 masing-masing senilai Rp195,8 miliar dan Rp220,07 miliar,” tulis laporan BPK itu.
Sementara, naskah perjanjian PSO antara Dinas Perhubungan DKI Jakarta dan PT Transjakarta belum memperhitungkan pendapatan non tiket sebagai pengurang subsidi.