Temuan BPK
Berdasarkan LPKD DKI Jakarta per 31 Desember 2020, realisasi belanja barang dan jasa senilai RP16,77 triliun dari anggaran senilai Rp18,09 triliun atau sebesar RP92,69 persen.
Atas belanja barang dan jasa itu, di antaranya terdapat belanja yang dikapitalisasi menjadi aset tetap senilai Rp60,81 miliar.
Ihwal belanja barang dan jasa itu, BPK menemukan permasalahan berupa realisasi barang dan jasa yang lebih saji atau overstated dan realisasi belanja modal kurang saji atau understated minimal senilai Rp60,81 miliar.
“Hasil pemeriksaan menunjukkan terdapat kesalahan pengganggaran belanja barang dan jasa senilai Rp60,81 miliar,” tulis Laporan BPK yang dilihat Bisnis, Kamis (26/8/2021).
Di sisi lain, Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) DKI Jakarta Marullah Matali memastikan bakal mengevaluasi secara menyeluruh mekanisme proses lelang barang dan jasa terkait untuk mengoptimalkan serapan APBD Pemerintah DKI Jakarta.
“Masukan-masukan terkait lelang di awal tahun ini akan menjadi masukan-masukan yang serius sekali bagi kami semuanya di lingkungan jajaran SKPD. Itu bisa ditindaklanjuti pada tahun-tahun yang akan datang,” kata Marullah.
Sebelum dikoreksi BPK, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Astera Primanto Bhakti menegur Anies ihwal temuan SiLPA 2020 sebesar Rp2,02 triliun.
“Ini mungkin sebetulnya pengelolaan keuangan di daerah ya, kalau bisa yang namanya SiLPA daerah ini jangan terlalu besar Pak Gubernur, karena ini dilihatnya seperti uang nganggur. Padahal, harusnya sudah ada peruntukannya, ini masalah di daerah, monggo diatur yang baik,” kata Astera dalam Musrenbang DKI secara daring, Rabu (14/4/2021).
Berdasarkan catatan Kemenkeu, Pemerintah DKI Jakarta menggunakan SiLPA sebesar Rp2,02 triliun itu sebagai sumber alternatif menutupi defisit pembiayaan tahun 2021.
Selain itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggunakan penerimaan pinjaman daerah yang naik signifikan dari Rp0,26 triliun di APBD 2020 menjadi sebesar Rp9,98 triliun di APBD 2021.