Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengesahkan Undang-undang (UU) No. 2/2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ). UU tersebut antara lain mengatur bahwa Jakarta tetap dipimpin oleh gubernur dan wakil gubernur.
Dalam salinan UU DKJ, aturan mengenai kepemimpinan gubernur dan wakil gubernur pada pemerintahan Provinsi DKJ diatur dalam Pasal 9.
"Penyelenggara Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta terdiri atas Gubernur dan DPRD dibantu oleh perangkat daerah," demikian bunyi pasal 9 UU DKJ.
Gubernur dan wakil gubernur juga tetap dipilih secara langsung melalui Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada). Pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50% akan ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih.
Pilkada bisa diselenggarakan sebanyak dua putaran apabila tidak ada pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50%. Para peserta putaran kedua adalah pasangan pertama dan kedua calon gubernur dan wakilnya dengan suara terbanyak.
Selain itu, masa jabatan gubernur dan wakil gubernur DKJ juga diatur selama lima tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Mereka dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
Baca Juga
"Penyelenggaraan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (21) dan ayat (3) dilaksanakan menurut persyaratan dan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan," demikian bunyi Pasal 10 ayat (5).
Berdasarkan draf yang diunggah di laman resmi Setneg RI, UU Provinsi DKJ itu diteken Kepala Negara pada 25 April 2024.
Berdasarkan catatan Bisnis, dalam pembahasan RUU DKJ sempat muncul wacana bahwa Jakarta nantinya tidak dipimpin oleh gubernur dan wakil gubernur. Hal itu tertuang dalam pasal 10 ayat (2) Rancangan UU DKJ, sebelum disahkan.
Pada saat itu, RUU DKJ sudah disetujui menjadi RUU usulan DPR dalam rapat paripurna. Pasal yang mengatur bahwa gubernur dan wakil gubernur ditunjuk langsung oleh presiden diakui oleh Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi.
Pria yang akrab disapa Awiek itu menerangkan, alasannya saat itu yakni lantaran Pilkada DKI Jakarta selalu memakan biaya yang tidak sedikit.
"Pengalaman DKI Jakarta membutuhkan cost [biaya] yang cukup mahal karena pilkadanya harus 50% plus 1. Lebih baik anggaran yang besar itu digunakan untuk kesejahteraan rakyat untuk pembangunan," jelas Awiek di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (5/12/2023).