Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah telah menyiapkan Jakarta sebagai Kota Global. Namun di balik ambisi tersebut, masih ada tantangan yang perlu dihadapi, salah satunya efisiensi investasi.
Sekadar catatan Jakarta saat ini tidak lagi berstatus sebagai ibu kota negara. Ibu kota telah berpindah ke IKN Nusantara. Status Jakarta kini menjadi daerah khusus. Pemerintah nantinya akan mendesain Jakarta sebagai kota global yang ramah terhadap berbagai macam bentuk investasi.
Adapun Data Bank Indonesia (BI) Provinsi Jakarta mengungkap bahwa Incremental Capital Output Ratio atau ICOR Jakarta pada 2023 tercatat sebesar 7,86. Skor ini berada di atas rata-rata nasional yang berada di angka 6,33. Tingginya ICOR mencerminkan efisiensi investasi yang masih rendah.
“ICOR yang tinggi itu.. boros, tidak efisien. Ibaratnya seperti itu,” jelas kepala BI Jakart Arlyana Abubakar dalam paparannya mengenai Perkembangan dan Prospek Perekonomian Jakarta, di Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025).
Padahal, berdasarkan data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk periode Januari–Maret 2025. Provinsi Jakarta mencatat realisasi investasi tertinggi secara nasional pada kuartal I/2025 dengan nilai Rp69,8 triliun. Capaian tersebut berkontribusi sebesar 15% terhadap total investasi nasional.
Realisasi tersebut mencakup 114.451 proyek investasi dan menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy), yang saat itu tercatat sebesar Rp58,4 triliun.
Baca Juga
Adapun, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Jakarta Benni Aguscandra menyampaikan bahwa Jakarta masih menjadi penyumbang terbesar untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dengan nilai investasi Rp42,2 triliun atau 18% dari total nasional.
Untuk Penanaman Modal Asing (PMA), Jakarta berhasil menarik investasi senilai US$1,7 miliar atau setara dengan kontribusi 11,9% dari total PMA nasional.
“Secara kumulatif realisasi investasi PMDN dan PMA Jakarta pada triwulan I/2025 mencapai Rp.69,8 triliun,” tutur Benni dikutip dari keterangan resmi, Rabu (30/04/2025).
Percuma Jika tak Efisien
Ekonom senior Aviliani menyebut bahwa ICOR yang tinggi mencerminkan investasi yang belum menghasilkan output ekonomi secara optimal.
“Ya, memang ICOR Jakarta termasuk yang tinggi ya, tadi hampir 7% itu menunjukkan bahwa apa yang diinvestasikan itu tidak menghasilkan hasil yang optimal,” ujarnya dalam acara peluncuran Jakarta Connect di Jakarta Pusat, dikutip Senin (12/5).
Menanggapi hal ini, Aviliani menilai Jakarta memiliki peluang besar untuk menjadi pusat perdagangan bagi daerah-daerah lain di Indonesia. Salah satu langkah strategis yang disarankannya adalah perbaikan infrastruktur pelabuhan.
Menurutnya, akses menuju pelabuhan juga perlu dibenahi guna menurunkan biaya. Dengan demikian, investasi besar yang masuk bisa memberikan hasil yang lebih efisien.
Lebih lanjut, Aviliani menilai Jakarta juga berpotensi menjadi pusat hiburan. Dalam paparannya, Dia menyinggung contoh konser Taylor Swift di Singapura yang mampu menghidupkan perhotelan.
“Karena kita sudah punya hal (tempat) yang besar yang di Kemayoran, kemudian di beberapa tempat, tapi belum dioptimalkan dan belum menjadi satu kesatuan dengan tempat penginapan,” tuturnya.
Dia juga menyinggung pendekatan yang dilakukan oleh Korea dan China dengan mengatur sistem perjalanan. Hal ini disebut sebagai sebuah ekosistem.
Aviliani kemudian optimistis Jakarta bisa meningkatkan potensi tersebut dengan membenahi seluruh infrastruktur yang berkaitan.
“Kalau tidak, investasi berapapun hasilnya tidak akan bisa optimal, dan tidak bisa menurunkan ICOR itu,” ujarnya.
Prospek Jakarta ke Depan
Di samping itu, Bank Indonesia memperkirakan perekonomian Jakarta 2025 tumbuh pada batas bawah kisaran 4,60% - 5,40% (year-on-year) dari 4,90% pada 2024. Inflasi juga diproyeksi terkendali.
Arlyana mengatakan bahwa dari sisi pengeluaran, investasi khususnya dari swasta, diperkirakan menjadi penggerak perekonomian Jakarta pada 2025. Hal ini sejalan dengan masih berlanjutnya proyek-proyek strategis, khususnya yang bersifat multitahun.
“Dari sisi lapangan usaha, prospek pertumbuhan ditopang oleh lapangan usaha konstruksi sejalan dengan meningkatnya investasi,” tuturnya dalam paparan mengenai Perkembangan dan Prospek Perekonomian Jakarta, di Jakarta Pusat, Kamis (8/5).
Kendati demikian, BI mengingatkan sejumlah risiko global perlu diwaspadai. Risiko tersebut antara lain meliputi perlambatan ekonomi global, meningkatnya fragmentasi perdagangan yang semakin meluas, serta berlanjutnya ketegangan geopolitik.
Sementara itu, inflasi Jakarta untuk keseluruhan 2025 diperkirakan tetap terkendali dalam sasaran kurang lebih 2,5% (yoy). Perkiraan ini didukung oleh terkendalinya inflasi pangan, seiring dengan cuaca yang lebih kondusif dan penguatan program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
Meski demikian, Arlyana mengingatkan masih adanya risiko inflasi, terutama akibat ketidakpastian geopolitik global.