Bisnis.com, JAKARTA — Perekonomian Jakarta tengah menghadapi tantangan akibat kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jakarta, Arlyana Abubakar, menjelaskan bahwa pengenaan tarif sebesar 32% oleh AS diperkirakan akan memberikan risiko perlambatan terhadap ekspor Jakarta. Pasalnya, AS merupakan salah satu negara tujuan utama ekspor dari Jakarta.
Data menunjukkan bahwa ekspor Jakarta ke AS tumbuh sebesar 93,50% (year-on-year/YoY) hingga Februari 2025. Namun, angka ini menunjukkan perlambatan signifikan dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencatatkan pertumbuhan hingga 257,39% YoY.
Komoditas unggulan yang diekspor ke AS meliputi alas kaki, ikan dan udang, pakaian jadi, barang rajutan, serta kendaraan dan suku cadangnya.
Walaupun kebijakan dari Presiden Donald Trump tersebut disebut dapat menahan ekspor Jakarta, Dia berpendapat ada potensi di balik kebijakan tersebut.
“Meskipun dengan pengenaan tarif resiprokal ini berpotensi menahan pertumbuhan ekspor Jakarta, namun pengenaan tarif yang lebih rendah dibandingkan negara peers membuka peluang untuk mendorong ekspor ke AS,” jelasnya dalam paparan mengenai Perkembangan dan Prospek Perekonomian Jakarta, di Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025).
Baca Juga
Peluang ekspor terutama terbuka untuk komoditas alas kaki dan tekstil yang merupakan produk unggulan, sejalan dengan pangsa impornya terhadap total impor AS yang masih tergolong rendah dibandingkan negara kompetitor.
Di sisi lain, kebijakan tarif tinggi AS terhadap China, yang mencapai 245% dapat memicu lonjakan impor dari China ke Indonesia, terutama Jakarta.
Selama ini Jakarta mengalami defisit perdagangan luar negeri, meskipun mengecil pada Kuartal I/2025. Namun, kondisi ini tetap perlu diwaspadai mengingat pengenaan tarif resiprokal AS terhadap China dapat berdampak pada Jakarta melalui transmisi jalur perdagangan, yang berpotensi menekan neraca perdagangan kembali.
China selama ini menjadi negara asal utama impor Jakarta, dengan komoditas unggulan seperti mesin, pesawat mekanik, dan peralatan listrik. Komoditas ini adalah barang padat modal yang membutuhkan keterampilan tinggi.
Oleh karena itu, menurutnya perlu langkah-langkah untuk mencegah dampak lebih lanjut dari perang dagang AS dan China. Hal yang dapat dilakukan adalah regulatory reform untuk melindungi UMKM dari barang impor, Mendorong kampanye Gerakan Bangga Buatan Indonesia (GBBI), Meningkatkan kualitas produk dalam negeri dan mengembangkan sumber daya manusia (human capital), dan pemberian insentif terhadap usaha lokal.