Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi Jakarta tampaknya cukup serius untuk mendorong Bank DKI melantai di bursa. Wacana ini sejatinya sudah lama. Tetapi, sampai kini, tidak kunjung terealisasi.
Dalam catatan Bisnis, baru-baru ini pemerintah mulai membahas rencana Bank DKI untuk melakukan Initial Public Offering (IPO) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pembahasan itu dilakukan pada Kamis (15/5/2025). Saat itu Gubernur Jakarta Pramono Anung menerima kunjungan dari OJK dan Bank DKI. Dalam pertemuan tersebut agenda soal IPO turut dibahas, menimbang bank daerah tersebut belum mengantongi izin dari OJK.
"Kemarin (15 Mei 2025) kami kedatangan tamu OJK bersama dengan Bank DKI, salah satunya adalah membahas tentang hal tersebut (pengantongan izin OJK bagi Bank DKI untuk IPO)," tutur Pramono ketika ditemui di RPTRA Kalijodo, Jakarta Barat, Jumat (16/5/2025).
Meski demikian, Pramono tak mau berbicara lebih lanjut soal isi pembicaraan tersebut. Dia hanya menuturkan bahwa Bank DKi dan OJK sendirilah yang akan menjelaskannya. "Dan secara detail, secara rinci, tentunya nanti Bank DKI dan OJK akan menyampaikan," ujar Pramono.
Disorot DPRD Jakarta
Adapun Bank DKI sendiri sudah mengajukan rencana IPO kepada Komisi B DPRD Jakarta dalam rapat bersama Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) terkait rencana kerja pemerintahan daerah pada 2026.
Baca Juga
Anggota Komisi B DPRD DKI menyatakan bahwa pihaknya menyambut positif rencana tersebut, namun memberikan sejumlah catatan.
“Komisi B menyambutnya positif saya lihat ya, karena IPO tentu saja akan menaikkan status Bank DKI tersebut,” jelas Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Taufik Zoelkifli kepada Bisnis pada Senin (19/5/2025).
Meski demikian, Dia menekankan pentingnya pembenahan menyeluruh di tubuh Bank DKI, terutama dari sisi keamanan sistem teknologi informasi (IT). Hal ini merespons insiden gangguan layanan yang sempat terjadi sebelumnya.
“Ya ada saran-saran dari Komisi B, terutama misalnya adalah memperkuat lagi atau bahkan merenovasi, mengganti atau memperbaharui atau menyempurnakan sistem IT yang ada di Bank DKI, yang kemarin kena hack lah kita katakan begitu ya,” jelasnya, sembari menekankan bahwa bank daerah tersebut juga sudah menyelesaikan beberapa masalahnya.
Selain sistem, Komisi B juga menyarankan evaluasi terhadap perangkat lunak yang sudah usang serta pergantian personel yang diduga terlibat dalam penyalahgunaan sistem.
“Kemudian juga memperbaiki IT yang ada di Bank DKI, terus kemudian, termasuk sebenarnya mengganti orang-orang yang disinyalir, diindikasi, staff-staff di Bank DKI diindikasi bahwa melakukan kecurangan,” ucapnya.
Meski demikian, dia juga menambahkan bahwa beberapa personel Bank DKI telah diganti atas arahan langsung dari Gubernur Jakarta.
Terlebih, Bank DKI juga dilihat sebagai aset besar dari Jakarta, menimbang bank tersebut merupakan BUMD yang menguntungkan.
“Sehingga kemudian kita menjaga benar agar Bank DKI ini bisa tetap maju, bisa tetap memperbaiki dirinya dengan baik,” tuturnya.
Kinerja Bank DKI Pada 2024
Adapun jika menilik kinerja Bank DKI pada tahun lalu, berdasarkan laporan keuangan, laba bersih tahun berjalan bank daerah tersebut menurun menjadi Rp779,09 miliar dari sebelumnya yang sebesar Rp1,02 triliun di akhir 2023, menandakan penurunan laba Bank DKI sebesar 23,62% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Melansir laporan keuangan Bank DKI, penurunan ini disebabkan adanya penurunan nilai atau disebut dengan impairment loss yang meningkat.
Bank DKI mencatat beban kerugian penurunan nilai aset (impairment loss) sebesar Rp346,39 miliar pada 2024. Angka ini melonjak dari RpRp180,94 miliar pada 2023, meningkat sebesar 99,8% secara tahunan.
Adapun non-performing loan (NPL) bank juga membengkak menjadi 2,54% yang hampir mendekati 3% dari sebelumnya yang sebesar 1,76%, menandakan bahwa ada tekanan dari kualitas kredit. NPL net juga naik dari 0,58% ke 1,06%.
Lebih lanjut, NPL gross merupakan total kredit bermasalah. Hal ini termasuk bunga yang belum dibayar dan biaya lainnya. Sedangkan, NPL net yaitu NPL gross yang telah dikurangi cadangan kerugian pinjaman yang dialokasikan oleh bank.
Selain itu terdapat juga penurunan efisiensi operasional. Dalam laporan keuangan BOPO naik dari 78,03% ke 84,98%. Cost to Income Ratio (CIR) juga naik dari 56,85% ke 62,27%, hal ini menandakan tekanan pada struktur biaya.
Dalam pendapatan operasional, Bank DKI pada 2023 mencatat pendapatan operasional lainnya yang sebesar Rp563,56 miliar menjadi Rp572,25 pada 2024. Namun Bank DKI mencatatkan penurunan beban operasional lainnya menjadi Rp632,34 miliar di 2024, dibandingkan sebelumnya Rp4,01 triliun pada 2023.
Meski demikian, nilai aset konsolidasian Bank DKI mengalami pertumbuhan. Per 31 Desember 2024, total aset Bank DKI mencapai sebesar p82,37 triliun, naik 0,83% dibandingkan periode Desember 2023 yaitu Rp83,06 triliun.
Bank DKI Siap IPO?
Melihat kondisi tersebut Pengamat perbankan Paul Sutaryono mengatakan bahwa rencana IPO Bank DKI sejatinya memiliki beberapa syarat untuk melantai di bursa. Contohnya, bank harus mendaftar terlebih dahulu ke BEI dan minta persetujuan OJK terlebih dahulu.
Padahal rencana IPO tersebut sudah tercantum dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) pada 2025 ini.
"Namun ada syarat lain yakni bahwa bank wajib memiliki kinerja baik dan stabil, juga rencana bisnis bank," kata Paul kepada Bisnis, Senin (21/4/2025).
Lebih lanjut, Paul juga menegaskan bahwa bank DKI tersebut juga harus berbenah dari segi kinerja. Terlebih rencana IPO menandakan perusahaan harus siap menjadi perusahaan publik.
"Syarat tersebut agaknya bisa menjadi kendala kunci bagi bank tersebut untuk IPO dalam waktu dekat," tuturnya.
Selain itu, Pengamat perbankan dari Binus University Doddy Ariefianto menegaskan kinerja perusahaan dan harus dibenahi sebelum melangsungkan IPO.
"Dalam kondisi keuangan seperti itu, jangan IPO dulu," katanya kepada Bisnis.
Target Satu Tahun
Adapun, menimbang Bank DKI telah mengalami pergantian direksi baru lewat RUPS, Pramono menuturkan bahwa tugas utama jajaran baru ini adalah mempersiapkan Bank DKI untuk melantai di bursa efek.
Terkait waktu pelaksanaan penawaran umum perdana (IPO), Pramono mengatakan hal tersebut sangat bergantung pada kondisi pasar. Namun, dia menargetkan proses IPO bisa terlaksana dalam waktu lima bulan hingga paling lambat satu tahun.
Jika nantinya rencana IPO ini bisa terwujud, hal ini menandakan bahwa rencana IPO tersebut akhirnya bisa terwujud setelah sebelumnya telah dicanangkan dari 2023.
Pasalnya, kala Amirul Wicaksono yang tengah menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Utama Bank DKI, mengatakan bahwa bank tersebut telah mendapatkan izin prinsip IPO pada kuartal I/2023. Menurutnya, dalam menjalankan IPO lintasan waktu atau timeline harus sesuai.
"Kondisi tidak mendukung, maka waktu ini ditunda. Sekarang kan, kalau IPO kan waktunya juga harus pas gitu ya. Nah, berhubung tahun politik 2024 ini, jadi memang kami menunda," katanya setelah acara Mid Year Banking and Economic Outlook Infobank pada Selasa (2/7/2024) di Jakarta.
Adapun, mengutip Bloomberg, Bank DKI disebutkan telah merancang IPO dengan target membidik dana segar sekitar US$150—US$200 juta atau setara Rp2,26 triliun hingga Rp3,01 triliun.
Sumber Bloomberg yang mengetahui rencana tersebut menyatakan Bank DKI bekerja sama dengan PT BCA Sekuritas dan PT CIMB Niaga Sekuritas Indonesia dalam potensi IPO di Bursa Efek Indonesia.