Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

JAKARTA MACET: Pajak Progresif Kendaraan Bukan Solusi Ampuh

DPRD DKI telah mengesahkan peraturan daerah (Perda) tarif baru pajak progresif kendaraan bermotor. Perda tersebut merupakan perubahan Atas Perda Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Kendaraan Bermotor.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - DPRD DKI telah mengesahkan peraturan daerah (Perda) tarif baru pajak progresif kendaraan bermotor. Perda tersebut merupakan perubahan Atas Perda Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Kendaraan Bermotor.

Namun, pengamat transportasi menilai pajak progresif kendaraan bermotor bukan solusi ampuh untuk mengatasi kemacetan di Jakarta.

Dalam Perda Perubahan Nomor 8 Tahun 2010 tentang pajak kendaraan bermotor akan ada kenaikan tarif pajak kendaraan bermotor sebesar 2% dari 1,5% pada kepemilikan kendaraan bermotor pertama.

Untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua, tarif progresif pajak kendaraan bermotor meningkat dari 2% menjadi 4%.

Bagi kendaraan bermotor ketiga, tarif progresif pajak kendaraan bermotor menjadi sebesar 6% dari 2,5%.

Sementara itu, kepemilikan kendaraan bermotor keempat dan seterusnya, tarif progresif pajak kendaraan bermotor mengalami kenaikan 6%, dari semula 4% menjadi 10%.

Kenaikan pajak tarif kendaraan ini untuk mengurangi volume kendaraan yang ada di Jakarta.

Pengamat transportasi dari Universitas Indonesia Ellen Tangkodung menilai dinaikannya tarif progresif kendaraan bermotor tidak mengurangi kemacetan di Jakarta.

"Mereka [para pemilik kendaraan] hanya setahun sekali membayar pajak. Bagi mereka tidak terbebani dan tidak akan mengurangi kemacetan," ujarnya saat dihubungi Bisnis, Kamis (24/7/2014).

Menurutnya, untuk mengurangi kemacetan di Jakarta dengan menaikkan biaya operasional pemilik kendaraan setiap harinya sehingga warga Jakarta dapat beralih menggunakan kendaraan umum.

"Yang dapat mengurangi kemacetan kalau subsidi BBM dicabut untuk Jakarta dan tarif parkir dinaikkan. Kalau itu dilakukan, mereka akan merasa berat bawa kendaraan pribadi setiap harinya sehingga nantinya akan berpindah ke angkutan umum," ucapnya.

Terkait pencabutan subsidi BBM, Ellen menyarankan agar Pemprov DKI bekerja sama lintas daerah dengan Banten, Tangerang, Bekasi, Depok, dan Bogor dalam penerapannya. Hal itu perlu dilakukan untuk mengurangi volume kendaraan di kawasan Jabodetabek.

"Kalau Jakarta sendiri yang melarang ada subsidi BBM, percuma saja, tidak bisa diterapkan hanya di Jakarta. Orang-orang di DKI yang warga DKI akan mencari subsidi BBM di luar Jakarta. Kalau Jabodetabek ini melarang adanya subsidi BBM, saya yakin Jakarta tidak macet lagi," terangnya.

Kendati demikian, pencabutan subsidi BBM dan kenaikan tarif parkir di Jakarta harus dibarengi dengan moda transportasi umum yang memadai dan dapat diandalkan.

Moda transportasi umum yang dapat diandalkan, yakni jadwal kedatangan dan keberangkatan transportasi umum seperti bus Transjakarta sehingga warga yang ingin menggunakan angkutan tersebut tidak perlu menunggu lama.

"Selain adanya tambahan armada bus Transjakarta, kepastian jadwal menjadi penting. Kalau jadwal busnya saja tidak pasti, akan sedikit warga yang menggunakan bus tersebut," kata Ellen.

Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama menuturkan dengan adanya pengenaan pajak yang lebih tinggi, diharapkan masyarakat dapat mempertimbangkan kepemilikan kendaraan bermotor lebih dari yang dimiliki sehingga mengurangi tingkat kemacetan lalu-lintas.

"Kebijakan Bank Indonesia yang menerapkan kredit kendaraan bermotor dengan uang muka sebesar 30% dari nilai jual berpotensi pada peningkatan jumlah kepemilikan kendaraan. Jadi pajak baru ini dapat membatasi kepemilikan kendaraan," ucap Ahok, sapaan akrab Basuki.

Penerapan tarif pajak progresif didukung pula sistem elektronik Kartu Tanda Penduduk (e-KTP) dan Kartu Keluarga dengan Nomor Induk Kepegawaian (NIK) tetap yang terintegrasi secara sistem dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI sehingga masyarakat tidak bisa memilik kendaraan yang lebih dari satu dengan alamat yang berbeda.

"Semua kendaraan harus dengan nama dan alamat yang sama. Nanti pemilik kendaraan bermotor yang kedua dan seterusnya dikenakan pajak yang lebih tinggi," tutur Ahok.

Mantan Bupati Belitung Timur ini mengatakan pengenaan tarif pajak progresif kendaraan ini dapat menjadi sumber pendapatan pajak kendaraan bermotor di Jakarta.

Apabila jumlah kendaraan bermotor sebanyak 4.780.893 unit maka pajak kendaraan bermotor pada 2013 mencapai Rp4,61 triliun atau mencapai sebesar 104,66% dari target yang ditetapkan.

Pada tahun 2014 diperkirakan pajak kendaraan meningkat menjadi Rp6,41 triliun.

Pendapatan pajak dari sektor kendaraan bermotor mencapai 50,38% dari total pajak daerah Rp23,36 triliun, dengan rincian pajak kendaraan bermotor 19,7%, bea balik nama kendaraan bemotor 26,29%, dan 4,39% pajak bahan bakar kendaraan bermotor.

Hasil penerimaan pajak kendaraan bermotor tersebut nantinya akan dialokasikan lebih dari 20% kepada masyarakat dalam bentuk perbaikan transportasi publik sebagai upaya mengurangi kemacetan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yanita Petriella
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper