Bisnis.com, JAKARTA--Asosiasi Perusahaan Media LuarGrha Indonesia (AMLI) memprotes isi Peraturan Gubernur (Pergub) DKI No 244/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Reklame.
Ketua Umum AMLI Aip Syarifudin mengatakan aturan baru yang diteken oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tersebut dinilai dapat mematikan pengusaha industri reklame di Ibu Kota.
Mengacu pada pasal 9 ayat (c) terkait pemasangan reklame di kawasan kendali ketat, penyelenggaraan reklame papan/billboard, neon box, atau neon sign, hanya menyajikan nama gedung, pengenal usaha, profesi dan identitas/logo, yang beraktivitas di bangunan tersebut.
"Dengan kata lain, Ahok memaksa kami memasang reklame eletronik atau Videotron di semua kawasan kendali ketat dan sedang. Reklame konvensional hanya boleh dipasang di kawasan kendali rendah," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (30/3/2016).
Dia menuturkan penerapan Pergub 244/2015 akan menghasilkan multiplier effects yang besar di masyarakat. Korbannya bukan hanya bagi pengusaha industri reklame, tetapi juga pelaku usaha kecil menengah (UKM) yang menyokong sektor iklan luar ruang selama ini.
"Kalau Ahok melarang kami memasang reklame komersial yang gulung tikar bukan cuma pengusaha reklame, tetapi pemilik bengkel las serta desain dan percetakan reklame juga bakal kena imbasnya," katanya.
Wakil Ketua Kadin DKI Sarman Simanjorang mengatakan penerapan Pergub No 244/2015 tidak pro pengusaha kecil. Pasalnya, semua spesifikasi videotron saat ini statusnya masih barang impor.
"Semua komponen pembuat videotron itu gak ada yang diproduksi di Indonesia. Bukan itu saja, teknisinya pun pekerja asing. Ini namanya Ahok mematikan pengusaha dalam negeri dan membuka pintu bagi perusahaan asing untuk berjaya," imbuhnya.
Terkait hal itu, AMLI dan Kadin DKI meminta pemerintah untuk mengkaji ulang beleid tersebut agar tidak menimbulkan dampak sosial dan ekonomi bagi pengusaha. Sarman juga menyarankan agar Pemprov DKI mengajak para pengusaha di sektor bersangkutan untuk duduk bersama membahas isi dari Pergub tersebut.
"Sudah beberapa kali kami minta ketemu dengan Pak Ahok, tetapi beliau tak pernah memberi jawaban. Sebagai gantinya, kami dipertemukan dengan asistennya. Namun, sampai sekarang tidak ada timbal balik. Aturan sudah berlaku dari Januari 2016," kata Sarman.