Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tengah disorot media massa karena dua hal. Pertama, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini digadang-gadang sebagai calon wakil presiden Prabowo Subianto di Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.
Kedua, Anies beserta Wakil Gubernur DKI Jakarta menjadi sorotan karena mencopot lima wali kota (seluruh wali kota) dan Bupati Kepulauan Seribu secara serentak.
Anies mengganti, dan melantik pejabat baru itu pada Kamis (5/7/2018). Sepekan setelah pelantikan, terdengar protes para mantan wali kota yang dicopot. Mereka menyebut pencopotan tidak sesuai dengan prosedur.
Protes datang dari mantan Wali Kota Jakarta Timur Bambang Musyawardana, Mantan Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi, dan mantan Wali Kota Jakarta Barat Anas Effendi.
Mereka menyebut bahwa Anies menyampaikan pencopotan melalui aplikasi pesan singkat WhatsApp dan melalui telepon sehari sebelum pergantian, dan merasa dipensiunkan dini, karena rata-rata masih memiliki waktu 2 tahun lagi untuk pensiun, serta tidak diberi SK pensiun yang asli (hanya fotokopi), padahal PNS mendapat SK tiga bulan sebelum masa pensiun.
Para mantan wali kota ini pun tak memiliki posisi setelah dicopot. Bambang yang dilantik mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dinilai sukses melaksanakan normalisasi Sungai Ciliwung, dan menyediakan rumah susun sederhana sewa bagi korban yang rumahnya digusur, namun hal ini tidak dipandang Anies.
Baca Juga
Setali tiga uang dengan mantan Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi. Dia merasa tidak pernah mendapat informasi alasan pemecatan dari mulut Anies. Dia menyangsikan alasan gubernur terkait penyegaran di tatanan birokrasi Pemprov DKI.
Tri membandingkan dirinya dengan Wali Kota Jakarta Barat Rustam Effendi dan Bupati Kepulauan Seribu Husein Murad yang dilantik Anies beberapa waktu lalu.
Menurut dia, dari sisi usia, Rustam dan Husein lebih tua dibanding dirinya.Tri berusia 58 tahun, dan bila mengacu pada aturan dia akan pensiun pada usia 60 tahun. Sebagai informasi, Rustam Effendi adalah mantan Wali Kota Jakarta Barat yang mengundurkan diri saat masa kepemimpinan Ahok.
Kini, Tri menjadi staf pelaksana di Badan Pembinaan Sumber Daya Manusia Pemprov DKI. Posisi ini membuat Tri kehilangan tunjangan puluhan juta rupiah yang diterimanya saat menjadi wali kota.
Protes para manan wali kota ini ditanggapi santai oleh Anies. Dia mengatakan dirinya menelepon para mantan wali kota satu per satu untuk mempercepat transisi perpindahan jabatan. Dia juga memastikan pihaknya telah memberikan SK Gubernur yang asli perihal pencopotan jabatan kepada lima pejabat DKI itu.
Heboh pencopotan ini mengundang reaksi Komisi Aparatur Sipil Negara atau Komisi ASN. Komisi tersebut tengah menyelidiki apakah ada pelanggaran administrasi dan pelanggaran UU ASN Nomor 5 Tahun 2014 dan PP Nomor 11 Tahun 2017 dalam proses pemberhentian wali kota tersebut.
Menurut Komisioner KASN I Made Suwandi penyelidikan ini dapat berujung pada dua hasil. Pertama, jika tidak ditemukan pelanggaran, komisi akan menguatkan keputusan Anies. Kedua, jika pencopotan terbukti melanggar prosedur, komisi ASN akan mengirim rekomendasi bahwa pejabat yang dicopot dikembalikan ke jabatan semula.
Pemecatan ini mengingatkan saya pada debat final Pilkada DKI 2017 putaran kedua yang dimoderatori Najwa Shihab di acara ‘Mata Najwa’. Ketika itu, calon gubernur DKI, Anies dan Ahok, ditanya soal gaya kepemimpinan.
Ahok dipersepsikan sebagai pemimpin yang blak-blakan bicaranya, tegas, dan berani memecat anak buah, sementara Anies dipersepsikan sebagai sosok yang santun, tetapi tidak tegas dan tak mungkin pecat anak buah. Persepsi itu dibantah Anies.
“Sekarang saja saya sedang memberhentikan Pak Basuki dari gubernur. Jadi, bagaimana kita gak berani? Wah, apalagi anak buahnya. Gubernurnya aja mau diberhentiin, apalagi anak buahnya,” komentar Anies ketika itu.
Anies menambahkan bahwa pemecatan harus dilakukan dengan benar dan sesuai sistem. Apakah ucapan Anies yang terakhir ini sesuai dengan perbuatan?