BISNIS.COM, JAKARTA—Berulangkali masalah penggusuran bangunan warga yang berdiri di atas tanah Pemda ataupun swasta melahirkan konflik baru. Sejak puluhan tahun lalu hal itu akrab ditemui dimana setiap ada tanah kosong didirikan bangunan ‘emplek-emplek ‘, dalam beberapa waktu kemudian menjadi gedung mewah.
Pemilik tanah ketika akan menggunakan itu tanah, harus berhadapan dengan penghuni yang sudah bejibun. Otomatis, warga penghuni menyiapkan benteng pertahanan dengan cara apapun agar bisa tetap bertahan menempati tanah tersebut. Atau cara lain, pemilik tanah harus memberi ganti rugi atas kehidupan masyarakat yang notabene bukan pemilik tanah tersebut.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama dibuat bingung dengan logika bukan pemilik tanah tetapi minta ganti rugi ketika akan digusur. Padahal mereka pertamanya datang, bikin rumah seadanya, ‘nebeng’ tinggal disitu lalu minta uang kerohiman.
“Kita ini cara berpikirnya terbalik-balik, ini harus kita bereskan. Orang seperti itu jangan dikasih saluran PAM dan listrik,” katanya, Jumat (14/6/2013).
Konflik penggusuran juga identik dengan hadangan preman ketika petugas Satpol PP akan membersihkan bangunan yang diminta pemiliknya. Preman seperti itulah yang harus dibereskan agar mereka punya rasa khawatir, ada yang ditakuti.
Petugas polisi bisa menembak ditempat apabila preman melawan dengan senjata. Ahok bersedia tanggung jawab. “Ada preman cabut golok tembak di tempat, saya tanggung jawab. Kalau ditanya risiko tugas,” terangnya.
Ahok beranggapan perlu gertakan tegas dari penyelenggara negara untuk membereskan preman yang cuma mempersulit kebijakan pemerintah untuk kemajuan Jakarta. Pemprov DKI sebagai penyelenggara pemerintah memiliki kekuasaan dan wilayah bisa melakukan apapun kepada pihak yang mendzolimi rakyat.