Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bila Jadi RI-1, Tinggallah di Istana

Sekali lagi, ini soal Jokowi. Bukan masalah latah atau karena saya salah satu penggemar Gubernur DKI yang nyleneh ini. Hanya masalah momentum.
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau Jokowi/Bisnis.com
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau Jokowi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Sekali lagi, ini soal Jokowi. Bukan masalah latah atau karena saya salah satu penggemar Gubernur DKI yang nyleneh ini. Hanya masalah momentum.

Kebetulan 6 hari lalu bertepatan dengan satu tahun Pak Jokowi resmi menjabat Gubernur DKI. Tidak ada perayaan berlebihan memperingati hari itu. Hanya ada pertemuan antara sang gubernur dan wakilnya, Basuki T. Purnama alias Ahok, dengan ratusan warga yang berkumpul di Taman Monas.

Melalui sebuah stasiun TV yang menayangkan secara langsung, kita bisa melihat para warga menanyakan aneka hal, menyalurkan unek-uneknya kepada para pemimpin di DKI Jakarta itu.

"Saya ingin membuat pertanggungjawaban kepada pemegang saham yaitu warga DKI. Masyarakat bisa memberikan evaluasi apa saja yang telah kita kerjakan," kata Jokowi, Jumat malam itu.

Lewat  acara nyleneh itu---apa ada pejabat lain yang ulangtahun kepemimpinannya dirayakan dengan lesehan bersama rakyat?--, sekali lagi Jokowi-Ahok memberikan contoh bagaimana para pemimpin seharusnya bertindak dalam melayani masyarakat.

Sepak terjang kedua pemimpin DKI itu selama setahun pertama memerintah memberikan harapan bagi warga DKI bahwa Jakarta baru yang lebih baik bisa diciptakan.

Hal ini berbeda sekali dengan gubernur di provinsi sebelah yang sedang menjadi bulan-bulanan media karena ternyata memanfaatkan kekuasaannya untuk memupuk kekayaan setinggi langit, sementara warga yang dipimpinnya justru masih banyak yang menderita.

Memang belum semua persoalan di Jakarta terurai dengan baik. Namun setidaknya, aneka terobosan yang dilakukan Jokowi-Ahok mampu memberikan semangat baru bagi warga Jakarta. Bahkan, karena berbagai langkah positif itu, banyak orang dari propinsi lain mengidolakan kedua pemimpin itu bisa menjadi pemimpin negara ini pada pemilu 2014.

Harus diakui, ditengah minimnya stok pemimpin yang mau bekerja untuk rakyat, penampilan Jokowi-Ahok ibarat oase di tengah gurun pasir yang panas, sehingga tidak aneh bila mereka pun digadang-gadang bisa berkuasa di posisi yang lebih tinggi.

Terus terang, saya termasuk dalam kalangan yang berharap keduanya bisa ikut kontes presiden RI mendatang. Alasannya jelas, paling tidak mereka berdua bukan tipe pemimpin seperti Ratu Atut, yang mengabaikan pembangunan jembatan di wilayahnya sendiri. Pun juga bukan seperti para pemimpin lain, yang susah didekati rakyat kecil kala sudah menjabat.

Namun ada satu alasan lain kenapa Jokowi perlu menjadi presiden tahun depan. Sepengetahuan saya, mantan Walikota Solo ini belum punya rumah di Jakarta, atau di daerah sekitarnya, di kawasan Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi.

Lho, apa urusannya?

Karena tidak punya rumah di Jabodetabek itu, bila Pak Jokowi bisa terpilih jadi presiden, maka harus dipastikan dia tinggal di Istana Negara, baik sebagai kediaman sehari-hari maupun sebagai tempat kerja.

Selama bertugas sebagai Gubernur DKI, salah satu prioritas Jokowi adalah mengatasi kemacetan lalu-lintas. "Tahun 2014, saya fokus ke transportasi, masalah kemacetan di Jakarta masih menjadi prioritas,"kata dia pekan lalu.

Nah, persoalannya--suka tidak suka--salah satu penyebab kemacetan lalu-lintas di Jakarta adalah pergerakan rombongan kepresidenan, yang sering berlalu-lalang. Setiap kali berjalan, konvoi kendaraan kepresidenan terdiri dari 12-15 kendaraan roda empat dan 4-6 sepeda motor besar.

Kebetulan saya tinggal di dekat Puri Cikeas, tempat tinggal Presiden kita sekarang. Tempat ini berjarak sekitar 30 km dari Istana Negara, kantor presiden.

Ada enaknya tinggal dekat rumah presiden. Kondisi jalan dari arah Puri Cikeas ke utara menuju Jakarta selalu mulus. Bahkan semenjak beberapa tahun lalu, jalur aspal menuju Tol Jagorawi diperlebar menjadi 3 lajur. Kondisi sebaliknya, ke arah selatan Cikeas, jalan aspalnya berlubang-lubang dan sempit.

Kalau saya berangkat kantor pagi hari, hampir selalu berjumpa dengan konvoi kepresidenan itu. Bila lewat 5 menit sebelum konvoi muncul, jalanan cukup nyaman dilewati karena  petugas yang berdiri setiap 200 m berusaha menggiring kendaraan lain cepat menyingkir supaya konvoi presiden dapat bebas melaju.

Namun bila kurang dari 5 menit sebelum presiden lewat, ini yang repot karena semua kendaraan terpaksa dihentikan. Sekali dihentikan, buntut kemacetan pun panjang. Terlebih bila penghentian arus lalu-lintas dilakukan di jalan tol kala jam sibuk. Bila rombongan ini lewat, jangan coba-coba tidak berhenti. Bakal runyam urusannya.

Jadi Anda bisa bayangkan kerepotan  selama hampir 10 tahun ini kala konvoi kepresidenan RI selalu menempuh jarak 60 km pulang pergi dari rumah ke kantor Istana Negara setiap hari. Para pembayar pajak harus mengalah, menghentikan laju kendaraannya supaya presiden bisa lewat terlebih dahulu.

Belum lagi bila bicara soal efisiensi. Kendaraan konvoi kepresidenan jelas terdiri dari mobil dengan ukuran mesin besar, yang lahap minum BBM. Asumsi saja, mobil seperti itu paling bagus menjangkau 8 km untuk setiap 1 liter BBM.

Artinya, sehari dibutuhkan paling tidak 120 liter BBM untuk 15 kendaraan pulang pergi Puri Cikeas-Jakarta. Sesuai Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) No.1/2013, rombongan mobil kepresidenan itu tentunya menggunakan Pertamax. Jadi, sehari dengan asumsi harga Pertamax Rp9.500/liter, dibutuhkan anggaran BBM sekira Rp1,14 juta per hari atau Rp400-an juta per tahun.

Kelihatannya kecil. Namun harap diingat, itu hanya anggaran untuk BBM, belum biaya pemeliharaan kendaraan. Belum lagi bila dihitung biaya untuk pengamanan yang lain. Juga belum biaya BBM yang dibuang masyarakat yang terpaksa menghentikan kendaraannya karena konvoi RI-1 lewat.

Jadi, dari segi efisiensi biaya serta kenyamanan bagi warga masyarakat, alangkah indahnya bila Presiden RI mendatang diwajibkan tinggal di Istana Negara. Tidak ada lagi keribetan masyarakat Jakarta harus menghentikan kendaraan.

Dulu saat baru terpilih menjadi presiden 2004, Pak SBY memang pernah menyatakan akan tinggal di Istana. “Saya akan tinggal di Istana. Pertimbangannya demi efisiensi. Yang lebih utama, tidak akan bikin macet jalan, kalau saya lewat,” kata Presiden kala itu.

Namun ternyata presiden kita ini tidak betah tinggal lama di Istana dan akhirnya kembali tinggal di Puri Cikeas.

Cerita yang saya dengar, Istana Negara yang dibangun 1848 oleh pemerintah Belanda ini konon katanya memiliki penghuni dari dunia lain, dan katanya seringkali mengganggu sehingga membuat tidak betah.

Selama Indonesia merdeka, hanya Presiden Soekarno dan Presiden Abdurrahman Wahid yang berani tinggal lama di Istana Negara. Bisa jadi mereka berdua cukup sakti menghadapi penghuni dari dunia lain itu atau paham bagaimana hidup berdampingan secara damai dengan mahluk lain.

Jadi, apakah Pak Jokowi juga nanti akan tinggal di Istana Negara bila jadi presiden? Itu yang harus kita dorong. Sebagai pengusaha yang selalu berpikir efisien, tentunya opsi tinggal di Istana harus dipilih karena akan menghemat anggaran.

Juga karena dia belum punya rumah di Jakarta, maka kalau jadi Presiden ya harus tinggal di Istana Negara sebagai rumah dinas. Jangan dibuatkan rumah dinas baru.

Bagaimana dengan penghuni lain Istana?

Dengan pengalaman keberhasilan memindahkan pedagang kaki lima di Solo maupun pasar Tanah Abang serta penghuni liar di Waduk Pluit tanpa konflik, bisa jadi Pak Jokowi juga bisa memindahkan penghuni Istana yang suka iseng dengan sukses.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Y. Bayu Widagdo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper