Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mencermati Utilitas Semerawut, Salah Siapa?

Kebocoran pipa gas milik PT Perusahaan Gas Negara (PGN) tbk pada Rabu (17/7/2014) tengah malam yang menyebabkan kebakaran di sekitar lokasi pengerjaan proyek mass rapid transit (MRT) tepatnya di gorong-gorong depan Markas Polda Jaya, Jakarta.

Bisnis.com, JAKARTA--Kebocoran pipa gas milik PT Perusahaan Gas Negara (PGN) tbk pada Rabu (17/7/2014) tengah malam yang menyebabkan kebakaran di sekitar lokasi pengerjaan proyek mass rapid transit (MRT) tepatnya di gorong-gorong depan Markas Polda Jaya, Jakarta.

Hal itu, menjadi titik tolak atas koreksi bagi kesemrawutan utilitas di Ibu Kota.

Kepala Humas PGN Ridha Ababil mengatakan pekerjaan fiber optik yang mengena ke pipa gas dan tersulut api akibat tekanannya tinggi.

"Mengena ke pipa gas. Lalu, pipanya bocor dan terbakar karena tersulut api. Kalau tekanan rendah, enggak mungkin bocor," ujarnya.

Meski pasokan sempat terhenti dan 40 pelanggan tak mendapat aliran gas, siang ini 39 di antaranya sudah dapat tersalurkan kebutuhan gasnya. Sisanya, pipa  yang mengarah ke Pasific Place masih dalam proses perbaikan.

Dia pun menambahkan kerugian materiil yang ditimbulkan belum dapat ditaksir jumlahnya. Hal ini karena pihaknya masih memperbaiki kerusakan-kerusakan di lapangan.

Jika proses perbaikan berjalan lancar, paling tidak Senin (21/7/2014) telah selesai.

"Kalau kerugiannya masih dihitung. Lagipula, kami masih memperbaiki kerusakan-kerusakan di lapangan. Kalau lancar, paling Senin sudah selesai," tambahnya.

Tak hanya itu, PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta pun tak mau disalahkan. Menurutnya, saat ini di area pipa gas bocor tidak ada pekerjaan konstruksi apapun baik penggalian maupun pengeboran.

Merasa dituding sebagai penyebab kejadian ini, pihak PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) tbk langsung menampiknya dengan alasan lokasi kejadian berjauhan dengan pekerjaan penyambungan kabel serat optik.

Sementara, kegiatan pengeboran seperti yang ramai diberitakan telah rampung sejak bulan Mei 2014.

Terlepas dari masing-masing perusahaan yang saling tuding, utilitas di Ibu Kota memang semrawut. Hal itu diakui Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.

Namun, jika harus menempuh opsi moratorium ducting, dia menganggap hal itu tak dapat dilakukan. Alhasil, pelanggaran-pelanggaran tak dapat ditindak.

"Orang pasang pipa seenaknya, kabel-kabel di got seenaknya. Kami enggak bisa tertibkan," tuturnya.

Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta kembali menerima koreksi merah atas semrawutnya utilitas di DKI. Menurut Basuki, Suku Dinas Pekerjaan Umum terlalu mudah memberi izin kepada perusahaan untuk memanfaatkan ruang bawah tanah.

"Memang semua PU. PU yang masalah. Makanya PU tuh terlalu banyak sudin kasih izin. Terlalu liar," lanjutnya.

Pembuatan peta dinilai terlalu lama dan akan menelan biaya yang besar. Belum lagi, risiko kemacetan yang timbul akibat penggalian jalan-jalan.

Tanpa ada penggalian saja Jakarta sudah lekat dengan kata macet.

Menurutnya, kesemrawutan utilitas harus dibereskan melalui regulasi yang jelas. Tanpa pakem yang rinci dan detil, Basuki meragukan ruang udara, darat, laut hingga bawah tanah dapat tertata serta dimanfaatkan secara maksimal.

Walaupun Peraturan Gubernur No 167/2012 tentang Pemanfaatan Ruang Bawah Tanah Untuk Komersial sudah ada, pihaknya masih menunggu peraturan daerah dirilis karena masih dalam tahap penggodokan di Biro Hukum, Dinas Tata Ruang, dan DPRD DKI Jakarta. Waktu pasti rilisnya, belum dapat diketahui.

"Saya enggak tahu. Mereka lagi kejar. Lagi disusun sama mereka," ucapnya.

Sebagai solusi jangka pendek, Pengamat Perkotaan Yayat Supriyatna menyarankan agar Pemprov DKI melakukan pendataan, pemetaan dimulai dari wilayah administrasi.

Suku Dinas Pekerjaan Umum harus dapat memonitor secara rinci berapa banyak berapa banyak jaringan jalan, instansi yang terlibat, berapa lama pengerjaannya, seberapa dalam, bagaimana kondisinya dan sinergi rencana dari perusahaan dan Pemprov DKI.
Mengingat, terlalu banyak kabel, pipa, serat optik yang tertanam di suatu jalan.

"Karena satu jalan bisa tertanam ribuan kabel jadi harus terpetakan lebih lengkap," kata Yayat.

Perlu ditambahkan, sanksi bagi perusahaan yang membuka area bawah tanah harus dibuat.

Misalnya, jika mereka tidak melaporkan kegiatannya secara detil hingga kalau fungsi sarana yang terdampak kegiatan mereka tak dikembalikan ke fungsi asalnya.

Seharusnya, baik korporat maupun Pemprov DKI dapat berkoordinasi.

Jika Pemprov pun belum memiliki landasan yang kuat atas penataan ruang bawah tanah maka, separah apapun kerusakan yang timbul akibat saluran utilitas ini tak akan pernah selesai.

Tak menutup kemungkinan, permainan ping pong antara korporat dan Pemprov terkait masalah serupa di kemudian hari terulang lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper