Bisnis.com, TANGERANG—Dinas Ketenagakerjaan Pemerintah Kota Tangerang menyatakan penetapan upah minimum kota akan dilaksanakan pada November 2014. Saat ini, seluruh stakeholder tengah menghitung angka komponen kebutuhan hidup layak.
Abduh Surahman, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Pemerintah Kota Tangerang mengatakan perhitungan komponen kebutuhan hidup layak dilakukan enam bulan berturut-turut sebelum besaran upah minuman diputuskan.
“November survei terakhir, kemudian ditetapkan. Penghitungan KHL dilakukan oleh serikat buruh, Apindo, BPS dan perguruan tinggi. Hasilnya akan menjadi penentuan besaran UMK 2015,” ujarnya kepada Bisnis di Tangerang, Jumat (15/8/2014).
Menurutnya, secara historis besaran UMK Tangerang tidak akan berbeda jauh dari DKI Jakarta, mengingat hasil survei menunjukkan biaya hidup di Kota Tangerang cukup tinggi, bahkan pada beberapa komponen KHL harga pangan di Kota Tangerang lebih tinggi ketimbang Jakarta.
Penyebab beberapa komponen KHL di Kota Tangerang lebih tinggi ketimbang Jakarta, menurutnya, karena sejumlah barang pangan yang dijual pada sejumlah pasar induk di Tangerang, didatangkan dari pasar induk Jakarta.
Dengan begitu, menjadi hal yang wajar ketika para buruh tiap tahunnya meminta penetapan UMK yang lebih tinggi dibandingkan dengan Jakarta. Kendati demikian, lanjutnya, dewan pengupah kota tidak serta merta menyetujui tuntutan kenaikan upah yang diinginkan oleh buruh.
Saat ini, ujarnya, komponen kebutuhan hidup layak Kota Tangerang ditetapkan dari 60 jenis, lebih banyak dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 47 jenis.
Dengan bertambahnya jumlah komponen yang dihitung, tuturnya, secara otomatis akan menaikan besaran upah minimum bagi pekerja.
Sebelumnya, Ketua DPK Apindo Kota Tangerang Gatot Purwanto mengatakan penetapan minimum sebaiknya berdasarkan kriteria kelas perusahaan yang dilihat dari kemampuan finansial dan klasifikasi sektoral.
Menurutnya, metode penghitungan upah minimum saat ini cenderung menyulitkan perusahaan kecil yang sedang tumbuh untuk berkembang. Oleh karena itu, ujarnya, dibutuhkan regulasi yang mengatur penetapan kelas perusahaan berdasarkan kemampuan finansial.
“Dengan begitu, besaran upah minimum di perusahaan yang tergolong kecil, menengah dan besar akan berbeda-beda. Sistem yang saat ini masih menyamaratakan kemampuan perusahaan,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Gatot, dalam penetapan upah minimum, perlu adanya jalinan komunikasi antar daerah yang berdekatan. Sehingga akan tercipta komitmen bersama yang seobjektif mungkin dalam penentuan besaran upah.
Hal itu menurutnya mendesak dilakukan karena ketika suatu daerah menetapkan upah minimum lebih tinggi dibandingkan daerah sebelahnya, pekerja yang mendapatkan upah lebih rendah akan menuntut kenaikan yang sama, padahal, kemampuan industri di tiap daerah berbeda-beda.
Gatot mengatakan sejauh ini industri padat karya yang telah merelokasi usahanya ke sejumlah daerah di wilayah Jawa beralasan upah minimum di Kota Tangerang terlalu tinggi.
Dan hal ini menurutnya harus menjadi pembahasan seluruh stakeholder, jangan sampai ditemukan industri-industri lain yang mengalami kebangkrutan.
Dia mencontohkan ketika DKI Jakarta pada tahun lalu menetapkan kenaikan upah minimum hampir 40%, hal ini secara otomatis menyulut aksi demonstrasi buruh di Kota Tangerang yang menuntut kenaikan upah yang sama tinggi.
Menanggapi usulan penetapan upah minimum berdasarkan kelas perusahaan dan sektoral, Abduh mengatakan bagi perusahaan yang tidak sanggup membayar sesuai dengan upah minimum yang telah ditetapkan, maka dapat mengajukan surat penangguhan kepada Gubernur Provinsi Banten.
Sesuai surat keputusan Gubernur Banten, lanjutnya, mekanisme penangguhan pemberian upah sah menurut hukum. Selanjutnya, ujar dia, wewenang berada di tangan gubernur terkait dengan penyetujuan atau penolakan atas surat penangguhan tersebut.