Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta meminta Pemerintah Provinsi DKI tidak menyalahartikan pengetatan anggaran untuk melakukan rapat di hotel.
Ketua PHRI DKI Krishnadi mengatakan sebenarnya pengetatan anggaran untuk melakukan rapat tak serta merta melakukan pelarangan.
Pasalnya, jika diartikan secara langsung, dia khawatir usaha perhotelan tak akan berjalan. Untuk hotel yang menyasar segmen pemerintahan, tutur Krishnadi telah terjadi penurunan omzet hingga 50%. Adapun secara rata-rata pada seluruh hotel yang memiliki fasilitas ruang rapat mengalami penurunan 30%.
"Jelas enggak masuk akal kalau itu benar dilarang. Pengetatan bukan pelarangan jadi disalahartikan," ujarnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (3/12/2014).
Dampaknya, jika volume penjualan berkurang, maka sumbangan kepada pendapatan asli daerah (PAD) pun menurun. Untuk mengatasi masalah itu, salah satu opsinya adalah mengurangi jumlah karyawan hotel.
Untuk mengejar pasar lain seperti wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara, hotel sangat bergantung pada acara-acara yang dapat mendongkrak kunjungan.
Oleh karena itu, dukungan pemprov untuk melakukan promosi sangat dibutuhkan. Promosi, katanya, harus dilakukan secara terus-menerus dan tepat sasaran agar dampaknya signifikan.
"Butuh partisipasi pemerintah ikut promosi karena kalau promosi itu kan harus kontinyu, berkesinambungan, dan tepat sasaran," katanya.
Sebagai solusi jangka pendek, dia menyebut masih bisa menyasar pasar lain seperti perusahaan dan pameran-pameran.
Namun, jika kebijakan ini berjalan kaku, maka pergantian pasar harus dilakukan. Adapun untuk mengalihkan pangsa pasar pihaknya harus membutuhkan waktu hingga 3 tahun.
Dengan demikian, saat ini, tak dimungkinkan jika langsung mengganti pangsa pasar seketika saat kebijakan itu diterapkan. "Kalau ganti market, harus beberapa tahun sebelumnya. Keburu collapse," tambahnya.