Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Garuda Institute: Provokasi Ahok Terhadap BPK Bertendensi Politis

Garuda Institute mengecam keras provokasi yang disampaikan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok melalui media terhadap para pejabat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait hasil audit laporan keuangan Pemprov DKI 2014, terutama yang menyangkut pembelian tanah 3,64 ha milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras.

Bisnis.com, JAKARTA - Garuda Institute mengecam keras provokasi yang disampaikan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok melalui media terhadap para pejabat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait hasil audit laporan keuangan Pemprov DKI 2014, terutama yang menyangkut pembelian tanah 3,64 ha milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras.

Koordinator Tim Peneliti Garuda Institute, Roso Daras menyatakan bahwa provokasi yang dilakukan Ahok, yang bahkan telah diwarnai unsur personal, yang menjurus kasar itu sangat tidak mendidik masyarakat.

"Provokasi yang memelintir fakta sebenarnya itu juga bertendensi politik, yaitu mendistraksi informasi dan mengaburkan pokok masalah yang lebih substansial, yakni akuntabilitas keuangan Pemprov DKI," tuturnya, seperti siaran pers yang diterima Bisnis, Minggu (12/7).

Menurut hasil kajian Garuda Institute, dalam kasus pembelian tanah ini, tanpa mengindahkan etika selazimnya, Ahok selaku Plt Gubernur DKI secara diam-diam telah melakukan negosiasi pembelian tanah dengan Yayasan Kesehatan Sumber Waras yang dia tahu saat itu masih terikat perjanjian dengan pihak ketiga, yaitu PT Ciputra Karya Unggul (Grup Ciputra).

Menurutnya, Ahok juga tahu dalam perjanjian itu sudah ada kesepakatan harga senilai Rp15,50 juta per meter atau Rp564,35 miliar. Namun, selaku Plt Gubernur DKI, Ahok hanya butuh waktu sehari untuk memutuskan pembelian tanah itu seharga Rp20,75 juta per meter atau Rp775,69 miliar, lebih mahal Rp191,33 miliar dari harga yang disepakati tadi.

Tanah itu, lanjutnya tidak punya akses jalan, sering banjir, jalan di sampingnya sempit, macet, NJOP-nya Rp7,4 juta, HGB-nya 3 tahun lagi habis, nunggak PBB Rp6,62 miliar.

"Kenapa Ahok ngebet betul beli tanah itu? Apa kalau dia memakai uang pribadi untuk dan atas nama pribadi dia akan mengambil putusan yang sama seperti saat dia jadi gubernur?," katanya.

Pihaknya mendesak aparat hukum, polisi, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera bertindak proaktif untuk memeriksa dugaan korupsi dalam pembelian tanah ini.

"Kasus ini harus tuntas. Tak bisa kasus ini dibiarkan hanya untuk menjadi kendaraan politik bagi Ahok guna menaikkan popularitasnya menuju Pilkada DKI 2017," tuturnya.

Gubernur DKI Basuki Ahok Tjahaya Purnama belum mengklarifikasi tudingan Roso Daras ini. Namun sebelumnya, Ahok mengatakan BPK RI salah persepsi jika menyebut DKI Jakarta bisa membeli banyak lahan sehingga Pemprov DKI mampu membayar tanah dengan harga appraisal.

"Siapa bilang DKI tanahnya banyak? Untuk bangun taman saja baru 8,5% yang terpenuhi, sementara kami diwajibkan punya 30%. Ini BPK hanya cari pembenaran saja," tudingnya.

Ahok mengaku membeli lahan RS Sumber Waras seluas 3,7 hektare. Setengah lahan sudah dibelinya sesuai harga nilai jual objek pajak (NJOP). Namun menurut temuan BPK pembelian lahan itu bermasalah karena memakai harga yang lebih mahal dari NJOP lahan dibelakang rumah sakit, sehingga ditemukan kelebihan anggaran Rp191 miliar.

"Kami mau duduk memberitahukan bahwa menurut kami BPK tidak pantas mengaudit seperti ini, karena ini tendensius sekali. Saya kita panggil saja mantan-mantan orang KPK, Kejagung. Duduk bareng, BPK auditnya jangan prosedural saja deh," kata Ahok pagi ini di Pendopo Balai Kota, Jumat (10/7/2015).

Ahok mengakui adanya kesalahan di Dinas Kesehatan DKI yang awalnya tidak membeli lahan dengan harga taksiran pasar (appraisal) karena NJOP DKI dibawah harga pasar. Padahal BPK RI menyarankan Pemprov DKI untuk membeli senilai harga appraisal.

Ketika Pemprov DKI coba membeli dengan harga appraisal ternyata harganya lebih mahal ketimbang harga NJOP. Maka Ahok memutuskan membeli dengan harga NJOP. Pemprov DKI pun mau membeli lahan tersebut sesuai prosedur appraisal yang mengalami pelonjakan harga.

Hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta Tahun 2014 ada 70 temuan dengan total Rp2,16 triliun terdiri atas indikasi kerugian daerah senilai Rp442,3 miliar, potensi kerugian daerah senilai Rp1,71 triliun, kekurangan penerimaan daerah senilai Rp3,23 miliar, administrasi senilai Rp469,5 juta dan pemborosan senilai Rp3,04 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper