Bisnis.com, TANGERANG - Sejumlah pemerintah daerah mulai serius memikirkan agar lebih banyak kendaraan bermotor di wilayahnya berbasis teknologi yang lebih rendah emisi.
Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Investasi dan Produksi Agus Budi Wahyono menyebutkan beberapa daerah tengah mematangkan regulasi yang membahas soal efisiensi energi tidak terbarukan dari kendaraan bermotor.
"Dalam dua tahun lagi sejumlah kota besar akan jadi pionir, yaitu Surabaya, Medan, Sulawesi, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Sumatra Selatan," ucapnya dalam Konferensi Internasional Industri Otomotif Indonesia, di Gedung ICE BSD City, Tangerang Selatan, Selasa (25/8/2015).
Kendati demikian, implementasi regulasi yang mendorong lebih banyak populasi kendaraan hemat energi dan bahan bahan bakar di daerah tersebut tidak seketika jadi mulus. Sebagai contoh, peralihan BBM ke bahan bakar gas tantangannya lagi-lagi soal infrastruktur.
Penyediaan infrastruktur stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) sukar diakselerasi jika populasi kendaraan yang mengonsumsi BBG pun minim.
Di antara populasi kendaraan dan infrastruktur pendukung ini selalu ibarat telur dan ayam, bingung menentukan mana yang harus ada lebih dulu.
"Padahal sebetulnya pemanfaatkan gas untuk industri otomotif lebih murah daripada bahan bakar fosil," ucap Agus.
Cadagan gas bumi Indonesia kerap disebut-sebut lebih kaya ketimbang energi fosil alias minyak bumi. Negara ini diperkirakan punya 103 triliun standar kubik feet gas bumi yang cukup untuk dikonsumsi sampai 33 tahun mendatang.
Pada sisi lain, bahan bakar gas juga disebut-sebut bakal lebih murah. Dari segi ramah lingkungan, BBG diyakini jauh lebih rendah emisinya sehingga dapat mengurangi polusi udara. Mesin kendaraan pun dikabarkan jadi lebih awet.
Saat ini kebutuhan bahan bakar minyak di Indonesia sekitar 72 juta kiloliter per tahun. Sekitar 64% dari jumlah ini dipakai untuk sektor transportasi. Jumlah ini mengindikasinya tingginya ketergantungan sektor transportasi terhadap BBM fosil.