Bisnis.com, TANGERANG—Kinerja industri pengolahan di Banten tidak hanya dilihat dari pangsa dalam perekonomian dan serapan tenaga kerja tetapi juga pertumbuhannya setiap tahun.
Ekonom Universitas Indonesia Erna Zetha mengatakan selain melihat dari sisi pangsa tenaga kerja, deindustrialisasi juga perlu ditilik dari pergerakan pertumbuhann.
“Kalau cuma dari porsi dalam ekonomi, bisa saja karena sektor lain yang tumbuh, artinya ada perubahan struktur,” ucapnya kepada Bisnis, Rabu (9/9/2015).
Badan Pusat Statistik (BPS) Banten mencatat Selama triwulan kedua tahun industri pengolahan tumbuh 1,80% (q to q), lebih baik dari triwulan pertama yang justru -1,85%.
Andil industri pengolahan dalam perekonomian ada di level 33,49% selama triwulan kedua tahun ini. Meski terus terjadi penurunan pangsa, tetapi belum bisa menggusur posisi sektor sebagai kontributor utama ekonomi.
Dari kacamata ekonom, kinerja bisnis sektor pengolahan Banten pun tetap normal. Selain pangsa tenaga kerjanya meningkat, industri sendiri bertumbuh. “Baru bisa disebut deindustrialisasi jika porsi turun dan pertumbuhan melambat selama lebih dari tiga tahun,” ucap Erna.
Kendati kontribusi industri pengolahan terus menciut, BPS menilai provinsi ini belum mengalami deindustrialisasi. Alasannya, penurunan kontribusi industri pengolahan tidak diikuti denngan pangsa tenaga kerjanya.
Adapun tahun lalu porsinya 26,23%, sedangkan selama Januari – Maret tahun ini pangsanya 25% setara dengan 1,3 juta orang. Selama triwulan I/2015, pertumbuhan penyerapan tenaga kerja di sektor industri tercatat 22% (yoy).
Sementara itu, Bank Indonesia memandang masyarakat relatif masih cukup yakin terhadap ketersediaan lapanga kerja di provinsi ini. Industri padat karya berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja sejalan dengan dominasi industri pengolahan dalam struktur ekonomi.