Bisnis.com, JAKARTA--Perusahaan Pengangkutan Djakarta (PPD) berniat mengkaji ulang perjanjian kerja sama (PKS) antara Transjabodetabek dan PT Transjakarta.
Direktur Utama PPD Pande Putu Yasa menilai PKS yang dijalin kedua perusahaan sejak Agustus 2015 tersebut hanya menguntungkan PT Transjakarta semata.
"Tingkat keterisian penumpang dari perbatasan hanya 20%-30%. Mereka ini yang bayar ongkos. Nah, 70%-80% sisanya justru dipenuhi oleh penumpang Transjakarta. Kami rugi karena di dalam kota tak bayar," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (15/9).
Dia menuturkan ada dua hal yang menjadi dasar PKS antara Transjakarta dan PPD terkait penerapan skema aglomerasi Transjabodetabek.
Pertama, PPD harus mematuhi standar pelayanan minimal (SPM) Transjakarta a.l. kecepatan 50km/jam, sertifikasi pengemudi, mematuhi rencana operasi Transjakarta, dan memasang global positiong sistem (GPS).
Kedua, tidak memungut tarif atau biaya tambahan kepada penumpang Transjakarta selama beroperasi di busway sehingga penumpang hanya membayar sekali di pintu masuk halte.
Menurutnya, poin untuk mengangkut semua penumpang Transjakarta selama beroperasi di busway yang membuat PPD mengkaji ulang PKS tersebut. Pasalnya, kata dia, banyak penumpang Transjakarta yang turun di halte perbatasan agar tak membayar ongkos.
"Ini terjadi paling banyak di rute Harapan Indah Bekasi menuju Pasar Baru Jakarta Pusat. Penumpang memilih turun di perbatasan dan naik angkot Rp 3.000 untuk menghindari bayar ongkos bus Rp 9.000. Penghasilan kami hilang drastis," ujarnya.
Bulan lalu, PPD meluncurkan 78 unit bus Transjabodetabek. Armada yang merupakan hibah bus rapid transit (BRT) dari Kementerian Perhubungan tersebut menyambungkan kota satelit dan Jakarta. Empat rute yang dilalui oleh Bus Transjabodetabek, yaitu Ciputat-Blok M, Depok-Grogol, Harapan Indah Bekasi-Pasar Baru, dan Poris Plawad Tangerang-JIExpo Kemayoran.