Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menunjukkan keseriusannya dalam mewujudkan wacana pembangunan Port of Jakarta di Teluk Jakarta, dengan menggelar pematangan ide-ide (pressure cooker) dengan perwakilan dari Port of Rotterdam Belanda.
Pressure cooker yang diikuti perwakilan Pemprov DKI Jakarta, Kementerian Koordinator Kemaritiman, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, Kawasan Berikat Nusantara, Jakarta Propertindo, sejumlah pakar, dan berbagai pemangku kepentingan, juga Port of Rotterdam Belanda, selama sepekan terakhir di Ruang Pola Gedung Balaikota DKI Jakarta itu akhirnya menghasilkan sejumlah rekomendasi.
Victor Coenen, perwakilan perusahaan konsultan dan konstruksi internasional Witteveen+Bos di Indonesia, yang juga Project Manager Master Plan NCICD, mengatakan bahwa kesimpulan dari presssure cooker menghasilkan dua skenario dalam pengembangan Port of Jakarta.
"Skenario pertama, membangun pulau reklamasi O, P, dan Q di Teluk Jakarta sesuai dengan RTRW DKI Jakarta alias tanpa mengubah bentuk dan posisi pulau yang akan dibangun. Atau skenario kedua dengan mengubah bentuk dan posisi pulau sehingga terintegrasi dengan pelabuhan yang sudah ada," tuturnya di Balai Kota di Jakarta pada Jumat (30/10/2015).
Menurut dia, dua skenario itu masing-masing berdampak pada bearnya nilai investasi yang bakal dikeluarkan untuk pembangunannya.
"Nilai investasi yang dibutuhkan untuk skenario pertama berkisar US$4,6 miliar atau Rp62 triliun (asumi nilai tukar Rp13.000/US$). Tapi kalau menggunakan skenario kedua, investasi meningkat menjadi US$9,85 miliar atau Rp134 triliun," tuturnya.
Namun, lanjutnya kebutuhan investasi sebesar Rp134 triliun tersebut, dengan catatan dilakukan secara business to business (B to B) alias tanpa suntikan dana dari pemerintah.
Menurut dia, skenario kedua memiliki banyak keuntungan secara jangka panjang, terutama dari sisi pendapatan sejalan dengan penerapan konsep Teluk Jakarta sebagai poros maritim (maritime hub) di Asia.
"Pendapatan dari pembangunan Port of Jakarta skenario kedua lebih besar yaitu US$159/m2/tahun. Sementara kalau skenario pertama hanya US$70/m2/tahun," ujarnya.