Bisnis.com, JAKARTA -- Lektor Kepala Bidang Oceanografi Institut Pertanian Bogor, Alan F. Koropitan mengatakan, proyek Giant Sea Wall (GSW) tak perlu dilakukan, jika berpotensi menambah debit air dan menyebabkan banjir.
"Masalah ini kan karena penambahan GSW akan memperparah pencemaran, sedimentasi, eutrofikasi dan penumpukan logam berat di dalam waduk," kata Alan di kantor LBH Jakarta, Rabu (11/11/2015).
Menurut Alan, permasalahan banjir tak hanya karena kenaikan air laut, tetapi lebih disebabkan penurunan permukaan tanah. Kenaikan air laut per tahun hanya dalam ukuran milimeter, sementara penurunan permukaan tanah sudah mencapai ukuran centimeter per tahun.
Pasalnya, dalam 100 tahun, air laut akan mengalami kenaikan sekitar 150 mm. Hal itu menandakan per tahun kenaikan air laut mencapai 1,5 mm. Sementara, penurunan muka tanah per tahun sekitar 2 cm per tahun. Oleh sebab itu, Alan mengingatkan Pemprov DKI, bahwa proyek GSW juga akan meningkatkan produksi pompa air, mengingat penumpukan debit air.
"Persoalan penurunan muka tanah inilah yang harusnya diatasi, bukan dengan reklamasi. Karena reklamasi ibarat menyumbat debit air dari hulu dan berpotensi banjir," jelas Alan.
Dikatakan, desain tanggul A GSW masih terbilang realistis untuk dikerjakan, sementara tanggul B dan C membutuhkan banyak kajian. Alan menyayangkan pembangunan tanggul A yang dibangun pada seluruh titik, termasuk titik penurunan tanah.
"Seharusnya tidak perlu tanggul A dibangun sepanjang teluk, apalagi di arena penurunan tanah, karena itu berbahaya. Tanggul A masih dipasang di tanah yang ekstrem. Di Belanda itu juga bentuknya bukan dinding tetapi bukit, sehingga ekosistem lain bisa hidup di situ," jelasnya.
Alan menampik bahwa GSW dibangun sebagai antisipasi untuk menghalangi badai tropis. Padahal, di Indonesia tak terjadi badai tropis. Oleh sebab itu Alan menilai alasan tersebut kurang masuk akal.