Bisnis.com, JAKARTA-Pemprov DKI Jakarta yang telah berumur 489 tahun dengan statusnya sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia, dinilai belum memiliki sistem pengelolaan sampah secara lebih modern.
Ubaidillah, pengamat lingkungan perkotaan, mengatakan Pemprov DKI Jakarta seharusnya sudah matang dalam mengurus persampahan, terlebih sebagai Ibu Kota yang menjadi contoh dan barometer bagi kota-kota lain se-Indonesia dan juga dunia.
“Karena itu tidak berlebihan seloroh yang mengatakan bahwa jika Pemprov DKI Jakarta mengurus sampah saja gagal, bagaimana bisa mengurus permasalah yang lain,” katanya, Senin (5/9/2016).
Menurutnya, dalam usianya yang ke- 489, Pemprov DKI masih menangani dan mengelola sampah secara konvensional, yakni dikumpulkan-diangkut-dibuang dan seterusnya berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi, dengan ditumpuk secara terbuka.
Selain itu, lanjutnya, pola penanganan sampah yang hanya mengedepankan kumpul-angkut-buang, secara obyektif Pemprov DKI Jakarta perlu mendapat apresiasi sebagai sebuah langkah kemajuan.
“Setidaknya dalam dua tahun terakhir dengan anggaran yang besar, Pemprov DKI bisa mempekerjakan dan memobilisasi ribuan "pasukan oranye" petugas kebersihan atau pekerja harian lepas dalam membersihkan sampah Jakarta hingga ke sudut-sudut kota,” ujarnya.
Dia menjelaskan selama ini Pemprov DKI mengedepankan pola penanganan sampah kumpul-angkut-buang atau asal terangkut demi citra "Jakarta bersih", tidak peduli daya dukung lingkungan dan daya tampung di TPA Bantargebang.
Padahal, lanjut Ubaidillah, sampah Jakarta sebagaimana dalam pemetaan (Saprof 2010) tercatat mencapai 55% merupakan jenis sampah organik dan 45% sampah jenis anorganik.
Sedangkan asal datangnya sampah itu sebanyak 14,8% dari Jakarta Pusat, 19,5% dari Jakarta Barat, 25% dari Jakarta Timur, 25,7% dari Jakarta Selatan dan 15% dari Jakarta Utara.
Lebih spesifik berdasarkan sumbernya antara lain 52,97% dari pemukiman, 8,97% dari industri, 27,35% dari perkantoran, 4% dari pasar, 5,32% dari lembaga pendidikan (sekolah) dan 1,4% dari lain-lain.