Bisnis.com, JAKARTA -- Para pelaku usaha meminta pemerintah untuk meninjau kembali rencana pembatasan sepeda motor di Jabodetabek yang berdampak terhadap aktivitas bisnis di masing-masing daerah tersebut.
Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Kota Depok Miftah Sunandar menuturkan rencana pembatasan sepeda motor di Depok tepatnya di Jalan Margonda akan memukul para pelaku usaha di sepanjang jalan tersebut.
"Sebagian besar atktivitas bisnis di Depok tentu saja di Jalan Margonda. Kalau pembatasan sepeda motor dilakukan pengaruhnya besar sekali," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (10/8/2017).
Dia menuturkan, Depok merupakan kota niaga dan jasa di mana Jalan Margonda adalah jantung kota karena menjadi akses masuk ke Jakarta dan sebaliknya.
Miftah menjelaskan, lokasi-lokasi bisnis di Jalan Margonda sebagian besar adalah tempat kuliner kelas menengah ke bawah yang konsumennya notabene anak muda.
"Di kawasan Margonda itu ada tiga perguruan tinggi besar. Ada ribuan mahasiswa per harinya yang mencari makan di situ adan ada ratusan tempat usaha yang menggantungkan hidupnya di Margonda," kata Miftah.
Baca Juga
Dia memaparkan, pihaknya akan segera berkomunikasi dengan Pemerintah Kota Depok untuk memberi masukan terkait dampak positif dan negatifnya apabila rencana pemerintah terkait pembebasan sepeda motor tersebut diberlakukan.
Sebelumnya, Badan Pengelola Transporasi Jabodetabek berencana membatasi kendaraan sepeda motor di delapan ruas Jakarta dan kota daerah penyangga.
Adapun, delapan ruas di Jabodetabek yang berencana akan dibatasi sepeda motornya antara lain Jalan Jenderal Sudirman DKI Jakarta, Jalan Rasuna Said DKI Jakarta, Jalan Jenderal Sudirman Tangerang dan Jalan Ir. H. Juanda Tangerang Selatan.
Jalan lainnya adalah Jalan Raya Serpong Tangerang Selatan, Jalan Pajajaran Bogor, Jalan Raya Margonda Kota Depok dan Jalan Jenderal Ahmad Yani Kota Bekasi.
Bogor
Erik Sugada, Ketua Kadin Kota Bogor mengatakan pihaknya tidak menyetujui pembatasan sepeda motor dilakukan di Jalan Raya Pajajaran karena dikhawatirkan akan mempengaruhi aktivitas bisnis di sepanjang jalan tersebut.
Menurutya, Bogor belum masuk dalam katagori kota metropolitan seperti Jakarta yang sudah seharusnya diberlakukan pembatasan. Sebab, lalu lintas di Jalan Pajajaran tidak sepadat jalan-jalan utama seperti di Jakarta.
"Menurut kami tujuan pembatasan motor itu bagus, tetapi sebaiknya dikaji lagi karena dampaknya akan berpengaruh besar terutama untuk dunia usaha," katanya.
Ketua Kadin Kota Bekasi Chairil Astari mengatakan rencana pembatasan motor di Jalan Jenderal Ahmad Yani Kota Bekasi dengan tujuan untuk mengurangi kemacetan di jalan tersebut harus ditinjau ulang.
Menurutnya, arus lalu lintas di jalan tersebut belum masuk katagori macet parah karena masih dalam kepadatan yang wajar. Selain itu, jika pemerintah ngotot untuk membatasi sepeda motor di jalan tersebut, pemerintah harus menyiapkan jalur alternatif.
"Kalau dampak terhadap aktivitas ekonomi tidak terlalu besar karena di sepanjang Jalan Ahmad Yani tempat usahanya tidak terlalu besar. Justru yang harus dikaji adalah jalur alternatifnya mau di mana," paparnya.
Setuju
Sarman Simanjorang, Wakil Ketua Kadin DKI menyetujui rencana perluasan pembatasan sepeda motor di Jakarta karena jalur-jalur utamanya dinilai sudah mencapai kemacetan yang mendesak.
Dia mengatakan dampak perekonomian akibat rencana tersebut tidak akan berpengaruh besar terhadap perekonomian karena di Jenderal Sudirman DKI Jakarta dan Jalan Rasuna Said DKI Jakarta merupakan lokasi perkantoran.
"Transportasi di DKI di dua jalur tersebut sudah bagus. Kalau pun yang menggunakan sepeda motor paling mereka yang bertransaksi makanan dengan logistik kendaraan roda dua dan itu tidak besar," paparnya.
Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Bambang Prihartono mengatakan dampak ekonomi dari pembatasan sepeda motor di Jabodetabek justru akan berdampak positif.
Kajian
Bambang mengklaim, sudah mengkaji penurunan biaya transportasi bisa mencapai triliunan dari pembatasan sepeda motor tersebut dihitung dari penurunan dampak kecelakaan dan biaya operasional sepeda motor di Jabodetabek.
Menurutnya, penurunan biaya pembatasan sepeda motor di Jabodetabek tersebut secara jangka panjang bisa mencapai Rp21,2 triliun dalam kurun waktu 2018-2038.
Kajian tersebut dihitung secara net present value (NPV) yang akan berkurang hingga 8,82%. Adapun dari segi penekanan tingkat kecelakaan, pembatasan sepeda motor tersebut akan berkurang hingga 1,12% setiap tahun atau rata-rata 6.573 kecelakaan per tahun.
Dia menjelaskan saat ini baru DKI Jakarta yang siap menerapkan pembatasan sepeda motor yang akan diuji coba pada September mendatang. Sementara wilayah Bodetabek masih dalam tahap komunikasi dan koordinasi.
BPTJ berharap semua wilayah di Jabodetabek bisa segera menerapkan pembatasan sepeda motor yang telah dikaji di titik-titik tertentu dan dinilai sebagai jalur padat di masing-masing daerah.
"Kami akan terus sosialisikan ke setiap daerah Jabodetabek agar pembatasan sepeda motor ini bisa dilakukan. Kami akan kirim surat ke masing-masing kepala daerahnya," ujarnya.