Bisnis.com, JAKARTA - Pengelolaan sampah di Jakarta sudah mendesak untuk ditingkatkan kualitasnya dengan sistem Intermediate Treatment Facility (ITF) agar tidak tergantung pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat.
Ketua Komite Pemantau Pembangunan ITF Jakarta, Ubaidillah, mengatakan kondisi mendesak itu terlihat antara lain dari produksi sampah di Jakarta yang cukup besar mencapai 6.500-7.000 ton per hari.
“Karena itu Jakarta ke depan harus memiliki ITF untuk mengolah sampah sendiri di dalam kota Jakarta yang efektif dan ramah lingkungan, agar tidak bergantung terus pada TPA Bantargebang kota Bekasi,” ujarnya pada Kamis (7/12/2017).
Menurutnya, Pemprov DKI sudah merencanakan akan membangun ITF di Sunter, Jakarta Utara, sebagai fasilitas pengolahan sampah modern dengan menggunakan energi panas bertemperatur tinggi (incinerator).
Teknologi ITF, lanjutnya, dapat memusnahkan sampah berkapasitas 2.500 ton per hari, yang energi panas dari proses pembakaran sampah itu dapat dimanfaatkan menjadi listrik atau pembangkit listrik berbasis sampah (PLTSa).
Untuk itu, Pemprov DKI Jakarta akan membangun ITF yang dapat menghasilkan produk listrik hingga 40 megawatt (MW). Direncanakan selain di Sunter, Pemprov DKI Jakarta akan membangun ITF di Marunda, Cilincing, dan Duri Kosambi.
Baca Juga
Dia menjelaskan Pemprov DKI Jakarta diketahui telah memilih PT Fortum Finlandia, sebagai pihak investor pemenang tender untuk membangun ITF Sunter.
Kontrak perjanjian kerja sama proyek pembangunan ITF Sunter ditandatangani pada 16 Desember 2016 oleh Pemprov DKI Jakarta yang diwakili badan usaha milik daerah PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dan PT Fortum Finlandia.
Ubaidillah mengungkapkan sistem pembuangan sampah secara terbuka (open dumping) TPA Bantargebang Bekasi, tidak lagi diperbolehkan sebagaimana amanat Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang Persampahan.
Amanat Undang-Undang tersebut pada Pasal 29 huruf (e) yang isinya Dilarang melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir.