Bisnis.com, JAKARTA - Ratusan sopir angkot menggelar unjuk rasa di Balai Kota terkait dengan penataan kawasan Tanah Abang, yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Mereka meminta Anies membuka Jalan Jatibaru Raya, yang ditutup sejak 22 Desember 2017 akibat adanya penataan itu.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Halim Paggara mengatakan tuntutan sopir angkot itu sangat wajar. Sebab, kata dia, jalan disediakan memang seharusnya digunakan untuk kendaraan, bukan pedagang.
"Itu salah satu dampak dari kebijakan pemerintah yang menutup jalan," ujarnya, Senin (22/1/2018).
Menurut Halim, dampak penutupan Jalan Jatibaru itu bukan hanya dirasakan sopir angkot. Pengguna jalan lain juga ikut mengeluh. Bahkan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya telah membuat kajian. Hasil kajian itu rencananya diserahkan kepada Anies pekan ini.
"Salah satu kajiannya, ada kecelakaan," ucapnya.
Baca Juga
Salah satu peraturan yang dilanggar, kata Halim, adalah Pasal 5 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Selain itu, kebijakan ini melanggar Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
Bahkan kebijakan itu telah mengingkari aturan yang dikeluarkan pemerintah daerah, yaitu Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
Dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Pasal 63 disebutkan barang siapa melakukan kegiatan yang berakibat terganggunya fungsi jalan bisa dikenakan denda Rp 1,5 miliar atau penjara 18 bulan.
Halim menuturkan seharusnya pemerintah menyediakan tempat yang layak untuk para pedagang Tanah Abang tanpa harus mengorbankan jalan.
"Kami juga berpihak kepada rakyat kecil," ujarnya.
Karena itu, dia meminta fungsi jalan dikembalikan seperti semula.
“Kebijakan menutup jalan untuk memfasilitasi PKL (pedagang kaki lima) merupakan kebijakan keliru dan melanggar aturan.”