Bisnis.com, JAKARTA – Jakarta kini mendapat predikat sebagai kota dengan lalu lintas terpadat ketiga di dunia setelah Meksiko dan Bangkok.
Menanggapi hal tersebut, pengamat transportasi dari Universitas Indonesia (UI) Alvinsyah menyatakan bahwa pemerintah harus lebih berinisiatif memperbaiki citra negatif tersebut.
Dia berpendapat salah satu upaya yang dapat dilakukan ialah dengan memprioritaskan kepentingan pejalan kaki daripada pengguna kendaraan pribadi.
"Perlakukan pejalan kaki dan pesepeda sebagai kasta tertinggi, kemudian angkutan umum sebagai kasta berikutnya, dan pengguna kendaraan pribadi sebagai kasta terendah, dalam konteks penyediaan prasarana dan layanan transportasi," ujar Alvinsyah pada Bisnis, Senin (12/11/2018).
Dosen sekaligus peneliti Indonesian Urban Transport Institute (Iutri) itu mengungkapkan Jakarta sebagai pusat segala kegiatan memang telah mengalami kelebihan kapasitas kendaraan sejak 1995.
"Ya, betul. Umumnya makin baik tingkat kesejahteraan masyarakat kota, maka kinerja transportasi cenderung memburuk," ungkap Alvinsyah.
Menurut Alvinsyah, faktor utamanya yaitu "karakteristik natural" kendaraan pribadi yang terlalu kuat, juga kelebihan-kelebihan teknis yang dimiliki kendaraan pribadi.
Maka dari itu, Alvinsyah berharap pemerintah kota bisa mengimbangi segala kelebihan dari kendaraan pribadi tersebut dengan berbagai kebijakan yang dikelola secara komprehensif. Seperti menekan jumlah pengguna kendaraan pribadi (push) ataupun menarik masyarakat dari penggunaan kendaraan pribadi (pull).
"Push misalnya pengaturan permintaan seperti ganjil-genap, electronic road pricing (ERP), pembatasan parkir fisik dan fiskal, pajak progresif, persyaratan atau ketersediaan garasi [bagi pembeli mobil]," ungkap Alvinsyah.
"Sedangkan pull misalnya menyediakan layanan angkutan umum yang andal dan luas cakupan layanannya, serta menjangkau berbagai segmen masyarakat. Kebijakan lainnya, melakukan redistribusi pusat-pusat kegiatan di Jabodetabek," tambahnya.