Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diminta untuk belajar dari pengalaman berbagai negara terkait integrasi pembayaran tiket transportasi umum di Jabodetabek.
Pasalnya, transportasi umum di Jabodetabek yang dikelola oleh BUMN dan BUMD membentuk kerja sama integrasi pembayaran tiket masing-masing.
Transportasi umum yang dikelola oleh BUMN telah membentuk konsorsium dengan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) sebagai ketua konsorsium dan beranggotakan Perum PPD, DAMRI, serta PT Railink.
Sementara itu, transportasi umum yang dikelola oleh PT Jakarta Propertindo (Jakpro), PT MRT Jakarta, dan PT TransJakarta akan membentuk Joint Venture (JV) yang diserahi tugas mengintegrasikan pembayaran tiket antara moda transportasi yang mereka kelola.
Pengamat transportasi Danang Parikesit menerangkan perlu ada konsolidasi dari berbagai instansi yang terlibat agar sistem pembayaran tiket terintegrasi di Jabodetabek bisa berjalan maksimal layaknya transportasi umum di Hong Kong dan London.
"Contoh yang ada di Tokyo, dengan dua sistem pembayaran milik pemerintah pusat dan Pemerintah Tokyo Metropolitan yang tidak terintegrasi, harusnya jadi pembelajaran kita untuk bisa lebih baik dari mereka," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (3/1/2019).
Seperti diketahui, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono menerangkan terpisahnya kerja sama tersebut disebabkan oleh perbedaan tataran kewenangan antara BUMN dan BUMD. Lantas, BPTJ lah yang mengoordinir seluruh moda transportasi yang ada dan menjamin sistem satu kartu akan berlaku, baik di transportasi umum milik BUMN maupun BUMD.
"Kalau dasarnya adalah pelayanan publik, integrasi akan lebih baik. Masyarakat kan tidak akan mempersoalkan pengelolanya siapa, intinya yang terbaik bagi konsumen angkutan umum dan masyarakat. Secara teknis dan teknologi, integrasi sangat memungkinkan," tegas Danang.