Bisnis.com, JAKARTA–Pendataan ulang penggunaan lahan dan bangunan di DKI Jakarta yang dilakukan oleh Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) terlambat dari target yang ditentukan yaitu Januari 2019.
Pendataan tersebut dilakukan untuk memaksimalkan perolehan PBB-P2 atas lahan dan bangunan yang difungsikan secara komersial.
Jika lahan yang difungsikan secara komersial maka lahan tersebut memiliki nilai tambah sehingga bisa dikenakan pajak yang lebih tinggi dibandingkan lahan-lahan yang berfungsi sebagai tempat tinggal.
Plt Kepala BPRD Faisal Syafruddin pun mengatakan pendataan ulang ini diperlukan untuk mengejar target pendapatan PBB-P2 yang mencapai Rp9,65 triliun.
Lahan-lahan yang difungsikan secara komersial pun nantinya akan dikategorisasikan berdasarkan jenis usaha dan setiap jenis usaha akan dikenakan persentase pajak yang berbeda.
"Itu pun ada perbedaan untuk kategori bisnis, industri, dll. Tidak sama bisa jadi yg satu naik 5%, naik 7%, kita cluster sesuai dengan produksinya," tutur Faisal, Jumat (1/2/2019).
Bersasarkan perhitungan BPRD, per 28 Januari 2019 terdapat 458 lahan dan bangunan yang ditemukan beralih fungsi sehingga pada 2019 akan dikenakan persentase lebih tinggi dari sebelumnya.
Faisal pun berjanji estimasi perolehan PBB-P2 baru bisa diperoleh pada akhir Februari 2019.
Perhitungan pajak berdasarkan pendapatan yang dimaksud oleh Faisal tercantum dalam Pergub No. 208/2012 tentang Penilaian dan Perhitungan Dasar Pengenaan PBB-P2 pasal 4 ayat 1 huruf c.
Dalam poin tersebut tertuang bahwa penilaian objek PBB-P2 bisa ditentukan menggunakan pendekatan kapitalisasi pendapatan.
Dalam ayat 4 diterangkan bahwa pendekatan kapitalisasi pendapatan adalah cara penentuan nilai jual objek pajak (NJOP) dengan mengkapitalisasi pendapatan bersih satu tahun dari objek pajak tersebut.