Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat kebijakan publik mempertanyakan peningkatan status kelembagaan Jakarta Smart City (JSC) dari dari unit pelaksana teknis (UPT) menjadi badan layanan umum daerah (BLUD).
Untuk diketahui, pembentukan BLUD tersebut dipandang akan membuat JSC semakin fleksibel dalam mengelola keuangan dan bekerja sama dengan pihak swasta dan masyarakat untuk memperoleh pemasukan.
BLUD yang rencananya terbentuk pada 2019 tersebut pun kedepannya akan bekerja sama dengan start up dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik.
"BLUD itu kan bisa bekerja sama dengan pihak lain dan dengan itu kita bisa mengembangkan ekosistem dengan start up, dengan application programming interface (API) kita. Ada sejenis link yang kita berikan sebagai exercise kepada start up supaya lebih berkembang," kata Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Diskominfotik) DKI Jakarta Atika Nur Rahmania.
Lebih lanjut, Diskominfotik pun telah menyiapkan beberapa bentuk pelayanan yang dikembangkan sebagai pemasukan yaitu berupa fasilitas co-working space hingga digital park dengan tech expo serta periklanan sebagai potensi pendapatan.
Apabila memungkinkan, status kelembagaan JSC pun kedepannya bisa saja ditingkatkan menjadi BUMD pada 2022.
Baca Juga
Chairman Rumah Reformasi Kebijakan Riant Nugroho mengatakan JSC yang notabene merupakan lembaga pelayanan publik tidak dibenarkan untuk bekerja sama dengan pihak swasta.
"Kalau kebijakan ini dilaksanakan, dalam arti dikomersialisasi pelayanan publik yang tidak patut dikomersialkan, dapat masuk kategori 'korupsi'," ujar Riant melalui pesan singkat kepada Bisnis, Minggu (14/4/2019).
Peraturan-peraturan yang dibentuk untuk melegalkan kebijakan komersialisasi pelayanan publik ini pun dipandang sebagai bentuk korupsi kebijakan.
Pergeseran mindset di tataran pemerintahan pun ditengarai oleh semakin banyaknya individu berlatar belakang bisnis yang masung dalam pemerintahan.
"Selama ini pusat memberikan ancang-ancang bahwa PAD [pendapatan asli daerah] menjadi tolok ukur keberhasilan kepala daerah, sehingga Pemda tidak beda dengan perusahaan yang mencari pendapatan sebesar-besarnya, kemudian menggunakan alasan melayani rakyat, padahal itu adalah prinsip organisasi bisnis, bukan prinsip administrasi publik," ujar Riant.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio pun mempertanyakan rencana pembentukan BLUD JSC yang notabene merupakan lembaga pelayanan publik tersebut.
"Pelayanan publik ya pelayanan publik saja oleh negara, jangan dicampur-campur. Nanti kalau ada swasta bagaimana standar pelayanan minimum acuan-acuannya bagaimana?" ujar Agus kepada Bisnis, Minggu (14/4/2019).
Lebih lanjut, adanya rencana mengintegrasikan layanan DPMPTSP dengan JSC pun menurutnya bakal membingungkan investor yang hendak berinvestasi di DKI Jakarta.
Hal ini masih ditambah lagi dengan tumpang tindihnya sistem perizinan Online Single Submission (OSS) yang dikelola oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan sistem perizinan yang dimiliki oleh DPMPTSP yaitu JakEVO.
Daripada membentuk BLUD, Agus menyarankan agar masing-masing lembaga mengevaluasi pelayanan yang telah disediakan.
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah pun menerangkan terlibatnya pihak ketiga dalam pelayanan publik justru memungkinkan munculnya penyimpangan baik itu korupsi maupun suap.
Pihak ketiga yang terlibat pun juga perlu diawasi. "Lemahnya pengawasan akan menjadi sumber permasalahan yang lebih kompleks yang berakibat layanan publik akan tidak optimal," ujar Trubus kepada Bisnis, Minggu (14/4/2019).
Pelibatan pihak ketiga dalam JSC pun menurutnya perlu dievaluasi karena swasta cenderung tidak memperhatikan aspek layanan dan cenderung profit oriented.
Keterlibatan pihak ketiga dalam pelayanan publik justru akan menimbulkan kurang berperannya Pemprov DKI Jakarta dal menciptakan akuntabilitas dan transparansi dalam pelayanan publik.
Oleh karena itu, payung hukum pun perlu dipersiapkan sehingga masyarakat dapat melakukan gugatan apabila pelayanan publik yang disediakan justru merugikan masyarakat.