Bisnis.com, JAKARTA — Bagi Partai Gerindra, memboyong Sandiaga Uno meninggalkan kesuksesannya di Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 untuk melaju ke kontestasi Pemilihan Presiden 2019, merupakan pertaruhan besar.
Banyak pengorbanan yang wajib dilakukan Gerindra untuk berkompromi dengan partai politik (parpol) pengusung Prabowo Subianto-Sandiaga lainnya ketika itu.
Kompromi juga dilakukan sebagai konsekuensi akibat menolak mentah-mentah semua nama calon pendamping Prabowo yang diajukan Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Demokrat. Tentu saja, parpol mana yang ikhlas mendukung duo tokoh utama Gerindra maju bersama tanpa imbalan apa-apa.
Akhirnya, Sandi didesak keluar dari Gerindra, menanggalkan baju putih khas mantan partainya untuk kemudian mengidentikkan diri dengan warna 'biru muda', simbol kesetiaan pada koalisi bertajuk Indonesia Adil Makmur ini.
Sementara itu, kursi Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta yang ditinggalkan Sandi jadi jaminan buat PKS agar tak lari ke mana-mana. Adapun Demokrat, yang paling akhir merapat, memang hanya sedikit terciprat berkah. Yang penting, nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) makin marak didengungkan khalayak, sementara dirasa cukup untuk partai berlambang mercy ini.
Sayangnya, pada akhirnya hasil dari semua pengorbanan itu jauh dari harapan. Kontestasi Pemilu serentak 2019 terlalu menghabiskan tenaga.
Baca Juga
Tokoh-tokoh Gerindra pun meredup, banyak yang 'tak jadi apa-apa'. Suara di Pemilihan Legislatif (Pileg) terbilang stagnan. Sulit rasanya menatap masa depan dengan kondisi semacam ini.
Inilah yang menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menjadi salah satu alasan adanya kemungkinan kursi Wagub DKI masih ingin dipertahankan Gerindra.
"Kita tahu dalam sejarah wagub di DKI, ada beberapa wagub yang naik menjadi Gubenur. Karena Gubernurnya jadi presiden atau karena Gubernurnya kena kasus hukum. Jadi, jika ada peluang untuk kadernya jadi wagub, ya pasti diambil," ungkapnya kepada Bisnis, Sabtu (27/7/2019).
Ujang memprediksi drama yang terjadi terkait pemilihan Wagub DKI oleh DPRD DKI Jakarta pun merupakan indikasi masih kuatnya pengaruh politik Gerindra. Bisa jadi partai berlambang Garuda emas ini belum sepenuhnya ikhlas memyerahkan kursi DKI 2 pada dua nama calon wagub sementara usulan PKS, yakni Agung Yulianto dan Ahmad Syaikhu.
"Karena panitia pemilihan [panlih] wagub belum terbentuk dan belum menetapkan dua nama tersebut, maka ada kemungkinan cawagub juga berubah. Bisa saja Gerindra yang akan menyodok," jelasnya.
Benar saja, beberapa waktu belakangan nama-nama lain pun bermunculan. Mulai dari Adhyaksa Dault hingga Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, di mana keduanya merupakan kader Gerindra.
Nama Adhyaksa pertama kali muncul dari Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi. Pria yang akrab disapa Pras ini mengungkap bahwa Adhyaksa, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, menyatakan minatnya untuk menjadi wagub DKI.
Sementara itu, Saras disebut pantas menduduki DKI 2 oleh politisi partai Demokrat Ferdinand Hutahaean. Saras pun tampak menyambut baik wacana ini.
"Kalau itu adalah keputusan partai tentu saya hormati dan taati. Namun, harus dipertimbangkan lebih matang dulu dengan keluarga dan dengan doa tentunya," ujar keponakan Prabowo ini.
Oleh sebab itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai terbukanya nama-nama baru tersebut merupakan bukti bahwa masih ada peluang secara politis bagi Gerindra.
"Karena sampai saat ini, belum ada kejelasan kapan wagub akan diparipurnakan DPRD, itu artinya komunikasi politik masih buntu karena tak bisa meyakinkan fraksi-fraksi di DPRD untuk paripurna segera. PKS harus kerja ekstra karena jika makin larut, makin terbuka Gerindra mengambil posisi wagub," tuturnya kepada Bisnis.
Menurut Adi, menempatkan tokoh-tokoh nasional yang meredup di kursi DKI 2 akan sangat menguntungkan buat Gerindra untuk mempersiapkan masa depan. Terlebih, rasanya suasana politik ke depan akan lebih cair. Bukan tak mungkin Gerindra justru memilih rekan koalisi lain di kontestasi politik berikutnya.