Bisnis.com, JAKARTA - Salah satu upaya penanganan kualitas udara di DKI Jakarta yang semakin lama semakin memburuk yang digagas oleh Gubernur Anies Baswedan adalah penanaman tumbuhan Lidah Mertua.
Ide ini pun diapresiasi oleh lembaga swadaya masyarakat yang berfokus pada bidang lingkungan, Greenpeace.
Namun, jika dilihat berdasarkan sumbernya, kualitas udara di Jakarta semakin memburuk karena salah satu faktor terbesarnya adalah polusi akibat alat transportasi.
"Kalau kita lihat lebih dalam lagi data yang disampaikan pemerintah daerah sumber polusi adalah 75 persen transportasi, 9 persen pembangkit listrik, 8 persen industri, 8 persen lagi pembakaran domestik, yang artinya masih banyak sumber yang lainnya, apa langkah yang diambil," ungkap Bondan Andriyanu, Juru Kampanye Greenpeace Indonesia kepada Bisnis.com, Selasa (30/7/2019).
Menurutnya, penanaman Lidah Mertua juga dianggap tidak tepat karena dalam riset yang dilakukan NASA pada tahun 1980-an tersebut, Lidah Mertua dianggap tidak dapat menghirup polutan secara sempurna dan hanya berpengaruh besar jika diletakkan di dalam ruangan.
"NASA meriset tidak hanya Lidah Mertua, ada banyak kalau nggak salah dan itu dalam kondisi tertentu misalnya dalam kondisi yang sudah di-setting dalam ruangan. Kalau risetnya lebih mendalam lagi, itu tidak 100 persen dihirup polutannya," terangnya.
Bondan mengatakan Lidah Mertua maupun tanaman lain memang memiliki kemampuan menyerap polutan, namun untuk mencari optimalisasi penyerapan polutan yang lebih sempurna dapat dilakukan penelitian yang lebih mendalam.
Greenpeace mengimbau masyarakat untuk selalu memakai masker di ruangan terbuka. Tak hanya di Jakarta, imbauan ini juga berlaku untuk warga sekitar Jakarta mulai dari Bekasi, Bogor hingga Bandung.
"Ketika kondisi polusi udara tidak sehat, wajib warga Jakarta untuk pakai masker, dan tidak hanya Jakarta, tapi Jakarta dan sekitarnya, seperti Bogor, Bekasi hingga Bandung," pungkasnya.