Bisnis.com, JAKARTA - TomTom, perusahaan teknologi navigasi asal Belanda, merilis Indeks Lalu Lintas 2019 yang menyoroti tingkat kemacetan pada 416 kota di 57 negara.
Dikutip dari www.wired.com, Selasa (28/1/2020), kemacetan lalu lintas terus meningkat secara global selama satu dekade terakhir dan sebanyak 239 kota atau 57 persen kota yang disurvei dalam indeks menunjukkan peningkatan tingkat kemacetan antara 2018 dan 2019.
Hanya 63 kota yang menunjukkan penurunan yang terukur.
Dikutip dari rilis TomTom, Bengaluru, India, menjadi kota yang memiliki tingkat kemacetan tertinggi di dunia dan pengendara di sana dapat menghabiskan rata-rata waktu perjalanan ekstra 71 persen karena terjebak dalam lalu lintas.
Ibu Kota Filipina, Manila, berada di urutan kedua dengan tingkat kemacetan yang sama, yakni 71 persen. Lalu, diikuti oleh Bogota, Kolombia (68 persen) yang tahun lalu menempati posisi pertama sebagai kota termacet di dunia.
Kemudian, Mumbai (65 persen) dan Pune (59 persen) masuk dalam lima teratas ranking kota termacet di dunia.
Baca Juga
Sementara itu, Ibu Kota Indonesia, Jakarta, masuk dalam 10 besar peringkat kota dengan tingkat kemacetan tertinggi versi TomTom.
Menurut indeks tersebut, Jakarta berada di peringkat ke-10 dengan tingkat kemacetan sebesar 53 persen. Tingkat kemacetan tersebut tidak mengalami perubahan sejak 2018.
Jam Sibuk
Saat jam sibuk pagi hari, perjalanan yang seharusnya memakan waktu tempuh 30 menit dalam kondisi normal menjadi 49 menit atau 19 menit lebih lama. Sedangkan, saat jam sibuk malam hari, waktu tempuh perjalanan 30 menit menjadi 56 menit.
Adapun TomTom mengambil data survei tersebut dari lebih dari 600 juta pengemudi yang menggunakan teknologi TomTom di perangkat navigasi, sistem in-dash, dan smartphone di seluruh dunia.
"Secara global, ada jalan panjang untuk dilalui hingga tingkat kemacetan dikendalikan. Pada waktunya, kebangkitan kendaraan otonom dan layanan berbagi mobil akan membantu mengurangi kemacetan, tetapi perencana dan pembuat kebijakan tidak dapat duduk dan menunggu.
Mereka perlu menggunakan semua alat yang tersedia untuk menganalisis tingkat dan dampak lalu lintas, sehingga mereka dapat membuat keputusan infrastruktur yang penting, dan driver juga memiliki peran.
“Perubahan kecil dalam perilaku mengemudi dapat membuat perbedaan besar," ujar VP Traffic Information TomTom Ralf-Peter Schäfer.